
Matanurani, Jakarta – Lembaga survei Indikator Politik Indonesia menyebutkan sebanyak 64,3% masyarakat menyatakan tidak setuju atau kurang setuju jika kebijakan pemberlakuan pembatasan kebijakan masyarakat (PPKM) diperpanjang. Sebaliknya, hanya ada sekitar 26,5% setuju perpanjangan PPKM.
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan dari hasil survei yang dilakukan pihaknya, ada sebanyak 91,8% masyarakat mengetahui mengenai kebijakan PPKM Darurat dalam upaya pemerintah menekan penularan Covid-19.
Lalu, ketika ditanyakan apakah setuju PPKM dikeluarkan pemerintah, sebanyak 51,4% masyarakat menyatakan setuju dan 45% menyatakan tidak setuju.
“Jadi ini menunjukkan bahwa masyarakat ketika ditanya soal PPKM, setuju atau tidak setuju, yang mereka pahami itu dimensi ekonominya. Tetapi mereka tidak menolak bahwa PPKM mempunyai efek positif dari dimensi kesehatan,” kata Burhanuddin Muhtadi dalam acara Rilis Temuan Survei Nasional: “Evaluasi Publik terhadap Penanganan Pandemi, Pelaksanaan Demokrasi dan Isu-isu Terkini”, Minggu (26/9).
Hasil positif juga diberikan masyarakat ketika ditanyakan PPKM berhasil mengurangi tingkat penularan Covid-19, sebanyak 60,3% percaya dan 4,6% sangat percaya. Sedangkan yang kurang percaya sebanyak 27,6% dan tidak percaya sama sekali sebanyak 1,6 percaya.
Bahkan ada sebanyak 57,2% masyarakat yang percaya dan 4,4% yang sangat percaya PPKM mampu mengurangi angka kematian. Sedangkan hanya 27,2% yang kurang percaya dan 2,4% yang tidak percaya sama sekali PPKM dapat mengurangi angka kematian Covid-19.
Namun meski mayoritas masyarakat mendukung pelaksanaan PPKM, tetapi sebanyak 64,3% masyarakat dari Sabang sampai Merauke menyatakan tidak setuju sama sekali atau kurang setuju PPKM diperpanjang. Hanya 26% yang menyatakan setuju.
“Bagi masyarakat yang setuju diperpanjang, sebagian besar alasannya kesehatan, memutus mata rantai penularan, mengurangi tingkat kematian. Sementara, bagi masyarakat yang tidak setuju, sebagian besar alasannya ekonomi, mata pencaharian atau pendapatan berkurang.
“Jadi mereka mengapresiasi kinerja pemerintah dalam melakukan PPKM tapi di sisi lain pemerintah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat ketika mereka diminta untuk stay at home. Jadi kalau tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terutama kelas menengah bawah ya jangan dilarang mereka untuk bekerja di luar rumah,” terang Burhanuddin Muhtadi.
Burhanuddin melanjutkan, bila dilihat dari segmen demografi, kelompok yang menyatakan tidak setuju dengan kebijakan PPKM Darurat lebih banyak dari kelompok laki-laki, usia cenderung lebih muda, etnis Betawi, Minang, Bugis dan Melayu, pendidikan dan pendapatan semakin rendah, kalangan kerah biru, warga perkotaan, wilayah Sumatera, DKI, Jateng DIY dan Kalimantan, dan yang cenderung tidak puas atas kinerja Presiden.
“Kebanyakan warga percaya kebijakan PPKM Darurat berhasil mengurangi resiko tertular dan kematian akibat wabah, kecuali kelompok etnis Minang dan Melayu, profesi lainnya, dan terutama di wilayah DKI dan Kalimantan. Sementara dukungan agar PPKM Darurat diperpanjang, mayoritas hampir di tiap kelompok sosio-demografi warga tidak setuju, kecuali warga wilayah Maluku Papua,” jelas Burhanuddin Muhtadi.
Selanjutnya, ada sebanyak 58,2% masyarakat menyatakan pembatasan kegiatan masyarakat sangat merugikan ekonomi rakyat sehingga kondisi perekonomian semakin sulit untuk bangkit kembali. Lalu ada 31,3% yang menyatakan PPKM bertujuan untuk memutus mata rantai penularan virus Covid-19.(Bes).