Matanurani, Jakarta – Dampak corona virus disease 2019 (Covid-19) terhadap perekonomian semakin terasa. Terutama pada konsumsi rumah tangga yang sudah ambles pada tiga bulan pertama di tahun ini.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,84% pada kuartal I-2020. Angka tersebut menurun tajam apabila dibandingkan dengan posisi yang sama pada kuartal I-2019 sebesar 5,02%.
Penurunan konsumsi rumah tangga terlihat pada beberapa komponen. Pertama, penjualan eceran terkontraksi terutama pada penjualan pakaian, bahan bakar kendaraan, peralatan informasi dan telekomunikasi serta budaya dan rekreasi.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari realisasi konsumsi rumah tangga itu menjadi cerminan akan terjadinya penurunan konsumsi rumah tangga. Terlebih kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada kuartal II-2020 sudah melebihi durasi periode sebelumnya. Artinya perputaran ekonomi di masyarakat semakin sempit.
“Data pertumbuhan ekonomi BPS (sebesar) 2,97% dari yang diprediksi kami sebelumnya meleset. Ini menambah perseketif tambahan bagi kami bahwa Covid itu betul-betul menurunkan aktivitas ekonomi baik dari sisi demand yaitu konsumsi masyarakat terutama jasa transportasi yang langsung drop negatif dan juga berbagai belanja di bidang konsumsi yang sifatnya non esensial,” kata Sri Mulyani, Jumat (8/5).
Sri Mulyani tidak menduga, ternyata hanya di Maret saja dampak penurunan konsumsi rumah tangga sudah jatuh. Sri Mulyani yang akrab disapa Ani ini bilang data inflasi April sebesar 0,08% dengan akumulasi Januari-April 2020 di level 2,67% menunjukkan turunnya daya beli masyarakat akibat PSBB.
“Kuartal II-2020 memang akan lebih buruk, karena kita melihat memang mulai April-Mei 2020 PSBB berlansung di berbagai daerah, sehingga konsumsi dan belanja akan turun signifikan,” ujar Ani. (Ktn).