Matanurani, Jakarta – Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Pasalnya UMKM bisa menciptakan perluasan kesempatan kerja dan penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga penyediaan jaring pengaman terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah untuk menjalankan kegiatan ekonomi produktif.
Untuk tahun 2019 sendiri, UMKM memiliki kontributor penting terhadap produk domestik bruto (PDB). Di mana UMKM menyumbang 60% PDB dan berkontribusi 14% pada total ekspor nasional. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam sambutannya di acara Penghargaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Gedung Ali Wardana, akhir tahun lalu sempat mengatakan, dari jumlah UMKM di Indonesia sekitar 62,9 juta, bisa menyerap tenaga kerja sekitar 116,7 juta orang.
Namun kini sektor UMKM menjadi salah satu sektor yang terpuruk, akibat pandemi Covid-19. Wabah ini hampir melumpuhkan roda perekonomian dalam negeri, seiring tingginya ancaman terhadap masyarakat untuk kehilangan pendapatan rumah tangga, karena tidak dapat bekerja akibat maraknya pemutusan hubungan kerja pun kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Pemerintah sejatinya sudah bereaksi, kebijakan relaksasi kredit yang diberikan pemerintah di tengah pandemi Covid-19, diharapkan bisa membantu keberlanjutan usaha pelaku UMKM sehingga mampu bertahan menghadapi kondisi yang menantang seperti saat ini. Namun tentu yang masih tidak dapat diprediksi antara lain daya tahan segmen UMKM di tengah pandemi dan fluktuasi ekonomi. Mengingat tanda-tanda wabah ini berakhir dalam waktu dekat belum terlihat, terlebih vaksin dari virus ini belum ditemukan.
Chairman Infobank Institute, Eko B. Supriyanto mengatakan, ke depan UMKM membutuhkan modal kerja untuk keberlangsungan usahanya. “Jika pada krisis sebelumnya tahun 1998 dan 2008, UMKM masih punya daya tahan yang kuat, karena pada waktu yang terkena adalah sektor korporasi besar. Tapi, sekarang sektor UMKM yang paling terkena,” terangnya dalam live conference di Jakarta, Selasa (19/5).
Dari sisi keuangan, lanjut Eko, saat ini UMKM terkena problem cash atau kehabisan uang tunai untuk menutup kebutuhan pribadi. Juga, soal kredit macet. Untuk kredit, pemerintah sudah memberi relaksasi untuk penyelesaian kredit macetnya. Tetapi, dari sisi arus kas tentunya UMKM juga tengah menghadapi tekanan.
Sebagai catatan, total kredit perbankan terdampak Covid-19 yang telah berhasil direstrukturisasi hingga Minggu (10/5) mencapai Rp 336,97 triliun. Jumlah kredit itu berasal dari 3,88 juta debitur. Sebagian besar merupakan kredit UMKM, yakni sebesar Rp 167,1 triliun dari 3,42 juta debitur.
Sementara itu, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto menuturkan, sebetulnya peluang UMKM di tahun ini masih ada untuk bertahan, hal itu sejalan dengan keluarnya kebijakan pemerintah dan OJK yang memberikan banyak keringanan dan kelonggaran kepada pelaku UMKM, terutama yang terdampak Covid19.
“Bantuan likuiditas, keringanan pajak, penundaan pembayaran kewajiban kepada bank sesuai dengan POJK 11/2020 pasti bisa meringankan beban keuangan mereka,” kata Ryan. Namun lanjutnya, ke depan yang lebih penting adalah bagaimana pemerintah membantu UMKM dengan kondisi normal baru, supaya mereka nantinya tidak gagap atau shock ketika terjadi banyak perubahan pasca Covid19.
“Pelatihan teknik produksi, marketing dan akuntansi dengan menggunakan perangkat digital harus sudah dikenalkan kepada mereka (UMKM), karena perilaku konsumen berubah dengan adanya situasi normal yang baru (new normal),” jelasnya.(Ktn).