Matanurani, Jakarta – Sisa dua bulan lagi jeda waktu yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), sebelum harga gas baru diterapkan pada April ini yang ditargetkan bisa turun ke angka US$ 6 per MMBTU.
Bermula dari rapat terbatas yang digelar di istana kepresidenan, Jokowi menginginkan dan memberi waktu 3 bulan agar harga gas bisa ditekan ke angka US$ 6 per MMBTU. Ia gemas, karena sejak diterbitkan Perpres 40 Tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi dinilai belum ada perubahan signifikan sampai saat ini.
Apa benar begitu?
Dalam aturan disebut 7 jenis industri dapat menikmati penurunan harga gas, yakni industri baja, pupuk, petrokimia, keramik, kaca, sarung tangan, dan oleochemical.
Tapi Jokowi belum puas, ia ingin harga gas buat industri bisa ditekan di angka US$ 6 per MMBTU mau bagaimana pun caranya dan harus tuntas dalam 3 bulan.
Nah, sebenarnya sejak Perpres diterbitkan, beberapa harga gas sudah disesuaikan. Yakni untuk kelompok industri; pupuk, petrokimia, dan baja. Tiga industri ini memang industri yang sangat strategis dan diprioritaskan.
Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, rinciannya adalah:
– Pupuk harganya berkisar di US$ 3,99 per MMBTU sampai US$ 5,84 per MMBTU.
– Petrokimia US$ 3,11 per MMBTU sampai US$ 6 per MMBTU
– Baja (krakatau steel) US$ 6 per MMBTU
Sementara untuk harga kelompok industri lainnya;
– Keramik US$ 7,7 per MMBTU
– Kaca US$ 7,5 per MMBTU
– Sarung Tangan Karet US$ 9,9 per MMBTU
– Oleokimia US$ 8-10 per MMBTU
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, pernah buka-bukaan soal struktur harga gas bumi. Ia menjelaskan harga jual gas dipengaruhi tiga faktor, yakni harga gas hulu, biaya penyaluran (transmisi dan distribusi), serta biaya niaga.
“Implementasi Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016, penetapan harga gas bumi, terdiri harga hulu, penyaluran, dan biaya niaga,” ungkapnya saat rapat dengan Komisi VII DPR RI, Senin, (27/01).
Porsi paling besar memang berada di komponen hulu, di mana harga sudah mencapai kisaran US$ 3,4 sampai US$ 8,24 per MMBTU. ESDM bukannya tidak berusaha untuk tekan harga gas di hulu, sebab pihaknya juga sudah terbitkan Permen Nomor 6 Tahun 2016 yang mengatur alokasi dan pemanfaatan serta harga gas oleh Menteri ESDM.
Dalam Permen tersebut, juga ditegaskan pasokan gas diprioritaskan untuk domestik.
Sementara untuk biaya lainnya adalah:
– Biaya transmisi US$ 0,02 sampai US$ 1,55 per MMBTU
– Biaya distribusi US$ 0,2 sampai US$ 2 per MMBTU
– Biaya Niaga US$ 0,24 sampai 0,58 per MMBTU
Soal biaya ini juga sempat disinggung oleh Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Gigih Prakoso. Ia menjelaskan berdasarkan regulasi harga gas ditentukan beberapa hal. Di antaranya harga beli, regasifikasi, distribusi, dan niaga. Untuk harga beli dari hulu sudah memberikan kontribusi 70%. Biaya transmisi 13% dan distribusi 17%.
“Upaya mendukung harga gas industri US$ 6 per mmbtu yang pertama kami akan melakukan efisiensi internal untuk menurunkan transmisi, hemat Opex (belanja operasional) dan Capex (belanja modal),” jelasnya.
Selain itu, perlu dicatat juga bahwa dalam 5 tahun terakhir, PGN sebagai BUMN yang mengelola gas negara juga sudah tak naikkan harga sejak 5 tahun terakhir. Menurut Gigih, selama ini pembelian gas di hulu dipungut PPN. Sementara PGN dalam menjual gas ke industri tidak memungut PPN.
“Penghapusan biaya termasuk PPN. Dalam kita menjual gas tidak membebankan PPN. Biaya untuk LNG bisa dihapuskan. Iuran kegiatan gas bumi kami usul dihapus,” jelasnya.(Cen).