Matanurani, Bogor – Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kesekian kalinya mengeluhkan masalah perizinan yang tumpang tindih, sehingga membuat investor yang semula ingin menanamkan modal di Indonesia menarik diri.
Presiden mengemukakan hal itu saat meresmikan pembukaan Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI), di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/4) kemarin.
“Setiap kali saya bertemu dengan kepala negara, bertemu dengan investor-investor di luar negeri, termasuk kemarin saat ke Saudi Arabia, terakhir, menyampaikan hal yang sama. Mereka, keinginan besar untuk investasi di Indonesia,” ujar Jokowi.
Dia menambahkan, dari peringkat kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EoDB) Indonesia sebenarnya mengalami lompatan, dari angka 120 kini menjadi 73. Tetapi faktanya, banyak minat investasi, baik dari BUMN negara lain atau investor swasta yang ingin masuk ke Indonesia akhirnya tidak terealisasi.
“Sebelum masuk mereka sangat antusias, tapi begitu masuk kita tahu semuanya betapa masih ruwetnya mengurus perizinan di negara kita. Ruwet artinya lama. Ruwet artinya biaya yang harus dibayar lebih mahal,” ungkap Presiden.
“Ini problem yang selalu saya dengar dari investor-investor yang ingin masuk ke Indonesia. Artinya, eksekusi kita ini lamban,” imbuh Jokowi.
Menurut dia, problemnya ada di internal pemerintah sendiri, yakni terlalu banyak peraturan, terlalu banyak izin yang harus dipenuhi. “Sehingga mereka sudah masuk tapi balik badan, nggak jadi. Nggak satu, dua, tiga, empat, lima, banyak. Seperti itu yang saya dengar keluar langsung dari mereka.”
Padahal, lanjut Kepala Negara, jelas bahwa kunci pertumbuhan ekonomi di Indonesia ada dua, yaitu investasi masuk sebanyak-banyaknya, dan ekspor meningkat setinggi-tingginya. “Nggak ada yang lain. Kuncinya hanya dua itu. Tapi sekali lagi, inilah kondisi negara kita. Negara yang penuh dengan peraturan,” tukas Jokowi.
Sebelumnya, ketika membuka sidang kabinet paripurna dengan topik pembahasan ketersediaan anggaran dan pagu indikatif 2020 di Istana Bogor, Presiden Jokowi juga menekankan perlunya reformasi struktural di birokrasi pemerintahan yang kerap menjadi penghambat daya saing Indonesia.
“Reformasi struktural di birokrasi dalam rangka memperbaiki struktur dan daya saing terkait perizinan dan investasi, ekspor, agar betul-betul semua kementerian,” kata Jokowi.
Presiden secara khusus menitipkan kepada Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, terutama yang berkaitan dengan perizinan di daerah yang sering kali jadi hambatan investasi masuk ke Indonesia.
“Kemudian Kemendagri, yang berkaitan dengan daerah. Diberikan tekanan-tekanan, karena kunci kita ada di sini,” jelas Jokowi.(Koj).