Matanurani, Jakarta – Sejumlah kalangan mengingatkan saat ini merupakan momentum yang tepat bagi Indonesia untuk segera menyusun cetak biru yang berisikan peta jalan (road map) dan kebijakan guna meningkatkan daya saing industri yang memiliki nilai tambah.
Indonesia tidak perlu menunggu berakhirnya kebisingan tahun politik di dalam negeri dan penyelesaian perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang diprediksi hanya tinggal menunggu waktu.
Ekonom Universitas Atma Jaya Yogyakarta, YS Susilo, mengemukakan pemerintah harus mulai menyiapkan cetak biru pembangunan industri, terutama untuk substitusi impor dan orientasi ekspor. “Mau gak mau harus pacu daya saing dan nilai tambah. Makin cepat makin baik, mulai sekarang. Apa iya kita berpangku tangan tunggu siap pada akhir tahun? Mari bergerak sekarang. Bikin cetak biru berisi road map dan kebijakan,” kata Susilo, Kamis (21/3) kemarin.
Menurut dia, Indonesia harus memiliki cetak biru tersebut sebagai kunci untuk dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta secara berkesinambungan guna meningkatkan daya saing, karena hingga kini belum ada paket kebijakan ekonomi yang memuat seperti itu.
“Yang pertama harus dilakukan adalah mendorong substitusi impor. Ini yang paling mudah karena pasarnya sudah jelas ada. Kemudian, surplusnya untuk ekspor,” jelas Susilo.
Dia menegaskan jika cuma mengharapkan investasi asing untuk industri ekspor akan susah, karena tidak ada insentif untuk ekspor. Sebaliknya, pemodal asing menilai lebih mudah menjual barang ke Indonesia karena tarif impor relatif sangat rendah.
“Jika tarif impor, misalnya, komponen otomotif rendah, hampir nol persen, buat apa bangun pabrik komponen. Supplay chain dari luar negeri lebih murah. Akhirnya, Indonesia hanya menjadi target industri perakitan atau hanya tukang jahit,” ungkap Susilo.
Oleh karena itu, pemerintah harus memberikan insentif besar untuk pacu local industry dengan local content. Mereka tidak perlu menunggu, bisa dibikin aturan bahwa insentif semakin lama akan semakin kecil.
Pengamat ekonomi dari Perkumpulan Prakarsa, Irvan Tengku Harja, menambahkan pemerintah mesti mendukung penuh swasta untuk kelancaran bisnis, tanpa hambatan sesuai aturan yang berlaku.
“Ini artinya, cetak biru industri harus sinergi dengan pembangunan ekosistem inovasi nasional, Making Indonesia 4.0, dan VET (vocational and educational training),” jelas dia.
Tengku menyatakan cetak biru tersebut harus secepatnya mulai sekarang, karena perang dagang diprediksi akan berakhir. Saat itu tiba, ekonomi dunia akan tumbuh lebih meyakinkan.
“Jika pada saat itu kita masih bergantung pada komoditas mentah, seperti sawit, batu bara, dan karet, maka kita cuma mengulang-ulang fase lama tanpa kemajuan,” tukas dia. Makanya, lanjut dia, pemerintah mesti berbenah mulai sekarang sebelum kesepakatan perang dagang tercapai, karena masuk ke pasar dunia perlu waktu untuk persiapan.(Koj).