Matanurani, Jakarta – People power dan referendum tengah menjadi perbincangan hangat pasca-pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Padahal, ajakan people power dan referendum memisahkan diri dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah bentuk makar dan provokasi yang inkonstitusional.
Demikian dikatakan Pakar Hukum Prof Indriyanto Seno Adji melalui keterangan tertulisnya, Kamis (30/5).
Menurutnya, masyarakat sebaiknya tidak terprovokasi dan terjebak oleh elit politik dengan ajakan referendum memisahkan diri dari NKRI. “Pernyataan dan ajakan melakukan referendum adalah jelas bertentangan, melanggar UU dan inkonstitusional sifatnya,” katanya.
Pada TAP MPR Nomor 8 Tahun 1998 telah mencabut TAP MPR Nomor 4 Tahun 1993 tentang Referendum, ditindak lanjuti dengan UU Nomor 6 Tahun 1999 yang mencabut UU Nomor 5 Tahun 1985 ttg Referendum. “Dengan pencabutan ini, konstitusi maupun Per-UU-an dalam sistem hukum Indonesia tidak mengakui/mengenal lembaga/model Referendum ini,” tegasnya.
Ia menambahkan, aktualisasi politik dengan model referendum yang mengerahkan massa dengan bentuk people power yang diusulkan oleh beberapa pihak, misal Aceh oleh ex tokoh GAM Muzakir Manaf dan beberapa wilayah NKRI, adalah inkonstitusional dan melanggar per-UU-an, apalagi ajakan ini tentunya dengan maksud memisahkan diri dari wilayah hukum NKRI.
“Aktualisasi politik pasca-Pilpres ini dilempar oleh pihak-pihak atau elite politik ke masyarakat yang sadar atau tidak disadari menimbulkan permasalahan hukum, bahkan melanggar hukum,” tuturnya.
Negara wajib hadir untuk melaksanakan penegakan hukum dan kepastian hukum agar tidak tejadi public insecure dan tidak mengganggu keutuhan, kedaulatan dan keamanan Negara, apalagi ajakan Referendum itu dengan memberi komparasi dan janji seperti Referendum Timor Timur yang lalu.
“Tindakan hukum secara tegas dari Negara adalah suatu keharusan terhadap perusak dan perusuh demokrasi dan HAM yang berjubah identitas keagamaan, karena itu masyarakat tetap apresiasi pada soliditas TNI-polri yang berhasil dengan pendekatan persuasif hukum, menindak tegas para perusuh demokrasi-HAM tersebut,” katanya.
Adapun pemaksaan atau menghasut melakukan Referendum, seperti misalnya tokoh eks GAM Aceh Muzakir Manaf, maupun lainnya, jelas melanggar Pasal 106 KUHP yaitu makar dengan maksud memisahkan sebagian dari wilyah NKRI, juga melanggar Pasal 160 KUHP yaitu menghasut untuk tidak mematuhi undang-undang (makar melalui Referendum).
(Oke).