Home Hukum Jampidsus Febrie Adriansyah Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi dalam Penanganan Kasus...

Jampidsus Febrie Adriansyah Dilaporkan ke KPK atas Dugaan Korupsi dalam Penanganan Kasus Besar

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi yang terdiri dari Indonesian Police Watch (IPW), Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), melaporkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (10/3).

Laporan tersebut mencakup empat dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau tindak pidana korupsi dalam penyidikan kasus besar, yakni Jiwasraya, suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar, penyalahgunaan wewenang dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurut Koordinator Koalisi, Ronald Loblobly, salah satu dugaan pelanggaran terjadi dalam lelang aset rampasan kasus korupsi Jiwasraya, yaitu satu paket saham PT Gunung Bara Utama (PT GBU) yang dimiliki terpidana Heru Hidayat. Lelang yang diselenggarakan oleh Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejaksaan Agung tersebut dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri (PT IUM), perusahaan yang baru berdiri tiga bulan sebelum lelang dan didirikan oleh Andrew Hidayat, mantan terpidana kasus korupsi suap

Saham PT GBU yang bernilai keekonomian sekitar Rp12,5 triliun dilelang hanya Rp1,945 triliun. Negara seolah-olah dimanipulasi agar terlihat tidak ada peminat, sehingga harga lelang bisa diturunkan (mark down). Akibatnya, negara berpotensi mengalami kerugian hingga Rp9,7 triliun,” ujar Ronald di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Ronald juga menyebut adanya appraisal fiktif yang dilakukan oleh dua Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yaitu KJPP Syarif Endang & Rekan serta KJPP Tri Santi & Rekan.

“Febrie Adriansyah tidak bisa berdalih bahwa lelang merupakan kewenangan PPA. Sebagai Direktur Penyidikan yang menangani kasus Jiwasraya, ia pasti mengetahui bahwa nilai keekonomian tambang batu bara PT GBU lebih dari Rp12 triliun,” lanjutnya.

Selain itu, koalisi menduga ada hubungan istimewa antara Febrie Adriansyah dan Andrew Hidayat, yang disebut-sebut berafiliasi dengan kelompok perusahaan Adaro milik Boy Thohir.

Koalisi juga menyoroti kasus dugaan suap dalam penyidikan “Mafia Kasus Satu Triliun” yang melibatkan terdakwa Zarof Ricar, mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA RI.

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat (10/2), jaksa tidak menjerat Zarof dengan pasal suap, meskipun ditemukan barang bukti uang Rp920 miliar dan 51 kilogram emas. Ia hanya dikenakan pasal gratifikasi sesuai Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ada indikasi perlindungan terhadap Zarof Ricar. Jaksa seharusnya menelusuri asal-usul uang Rp920 miliar itu, termasuk dugaan keterlibatan hakim agung dalam perkara sengketa perdata PT Sugar Group Company melawan Marubeni Corporation,” tambah Ronald.

Kasus lain yang dilaporkan adalah dugaan penyalahgunaan wewenang dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur. Pada Maret 2024, atas perintah Febrie Adriansyah, Direktur Penyidikan Kejagung menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan atas dugaan korupsi dalam pengelolaan tambang batu bara.

Namun, hingga kini kasusnya mandek meskipun penyidik disebut telah memiliki lebih dari dua alat bukti. Investigasi mengungkap adanya manipulasi kualitas kalori batu bara guna memperkecil kewajiban pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta perdagangan batu bara ilegal yang melibatkan lebih dari 6 juta metrik ton batu bara.

“Kerugian negara akibat manipulasi ini diperkirakan sedikitnya Rp1 triliun,” kata Ronald

Koalisi juga meminta KPK mendalami dugaan TPPU yang melibatkan sejumlah gatekeeper atau perantara keuangan. Beberapa nama yang disebutkan dalam laporan adalah Don Ritto, Nurman Herin (Alumni Universitas Jambi, satu organisasi dengan Febrie Adriansyah), Jeffri Ardiatma, dan Rangga Cipta.

Para gatekeeper ini diduga menggunakan perusahaan seperti PT Kantor Omzet Indonesia dan PT Hutama Indo Tara sebagai alat pencucian uang melalui aktivitas valuta asing dan perdagangan bahan bakar.

Para gatekeeper ini mendirikan PT. Kantor Omzet Indonesia bergerak dalam bidang kegiatan Penukaran Valuta Asing, Broker dan Dealer Valutas Asing. PT Hutama Indo Tara bergerak dalam bidang perdagangan besar atas dasar balas jasa (Fee) dan perdagangan besar bahan bakar padat cair dan gas dan produk YBDI, dengan berlamat di Treasury Tower Lantai 03 Unit A-N Distric 8 Lot 28 SCBD Jalan Jenderal Sudirman, Kav. 52-53, Jakarta Selatan.

Terdapat di dalamnya nama Kheysan Farrandie, putra Febrie Adriansyah. PT. Declan Kulinari Nusantara, bergerak di bidang kuliner dengan membuka tiga restoran Prancis, salah satunya bernama Gontran Cherrier, di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan, yang menjadi tempat Jampidsus Febrie Adriansyah dikuntit Densus 88.

Lalu mendirikan PT. Prima Niaga Intiselaras, tercatat memiliki rekening pada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Pondok Indah, Nomor: 101-00-1266824-8. Pada Februari 2024 terdapat uang senilai Rp 26,4 miliar. PT Aga Mitra Perkasa, bergerak dalam bidang Industri Minyak Mentah Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) dan Industri Minyak Mentah Inti Kelapa Sawit (Crude Palm Kernel Oil).

PT. Sebambam Mega Energy, terdapat nama Agustinus Antonius, mantan Direktur Perencanaan dan Perkebunan Kelapa Sawit Kementerian Keuangan RI. Pada 1 April 2024, berdasarkan Akte Nomor 02 yang diterbitkan Notaris Delny Teoberto di Kota Bekasi, terjadi perubahan pada PT. Hutama Indo Tara, dengan masuknya Aga Adrian Haitara, putra pertama Febrie Adriansyah yang merupakan Sales Brand Manager di PT. Pertamina Patra Niaga Cirebon, Jawa Barat, yang masuk ke dalam persero sebagai pemegang 200 lembar saham.

Terdapat fakta berdasarkan akte nomor 01 yang diterbitkan Notaris Delny Teoberto di Kota Bekasi, tertanggal 12 Nopember 2021 berdiri PT. Blok Bulungan Bara Utama memiliki IUP OPK yang terdaftar pada system MODI Ditjen Minerba, duduk sebagai Direktur Jeffri Ardiatma (2500 lembar saham) dan Rangga Cipta sebagai komisaris (2500 lembar saham), yang bergerak dalam bidang perdagangan batu bara, yang terhubung dengan perusahaan-perusahaan antara lain PT. Andika Yoga Pratama–Jambi, CV. Perintis Bara Bersaudara, PT. Saudagar Nikel Nusantara, dan PT. Raja Kutai Baru Makmur, milik Mayapada Group yang pernah diperiksa penyidik Pidsus Kejagung RI, terkait dengan kasus korupsi PT. Asuransi Jiwasraya.

Pada 2022, PT. Blok Bulungan Bara Utama memiliki peredaran usaha senilai Rp122 miliar. Jeffri Ardiatma dan Rangga Cipta diduga merupakan nominee dan/atau gatekeeper yang ditunjuk Febrie Adransyah, untuk kepentingan pengamanan hasil tindak pidana korupsi dan/atau TPPU yang antara lain dialirkan kepada Nurman Herin, dengan jumlah total sebanyak Rp19 miliar dari PT. Blok Bulungan Bara Utama, dengan disamarkan sebagai pinjaman.

Jeffri Ardiatma bersama-sama, Ryanda Rachmadi, Purnawan Hardiyanto, dan Helmi mendirikan pula PT. Nukkuwatu Lintas Nusantara, yang bergerak dalam bidang perdagangan batu bara, yang pada 2021 memiliki peredaran usaha senilai Rp99 miliar dan 2022 Rp180 miliar.

Koalisi Sipil Masyarakat Anti Korupsi mendesak KPK untuk segera memproses laporan ini dan mengusut dugaan keterlibatan Febrie Adriansyah dalam berbagai skandal korupsi.

“Jangan sampai ada intervensi yang menghambat proses hukum. KPK harus berani mengusut kasus ini hingga tuntas,” tegas Ronald. (Jpn).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here