Matanurani, Jakarta – Publik heboh atas kejadian tewasnya dua anak kembar ditabrak pengendara motor gede (moge) Harley Davidson di Jalan Raya Banjar-Pangandaran, Jawa Barat, pada Sabtu (12/3) lalu. Terlebih pihak pengendara moge telah menjalin perdamaian dengan pihak keluarga.
Pakar Hukum UGM M Fatahillah Akbar mengakan, bahwa dalam KUHAP maupun KUHP tidak diatur penyelesaian damai atas perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Baik itu kealpaan maupun kesengajaan.
“Kalau di dalam KUHP sendiri dia (pengendara Harley) kena (pasal) 359 (karena kealpaan mengakibatkan orang lain mati), kalau di dalam Undang-undang Kecelakaan Lalu Lintas kan (pasal) 310,” kata Akbar seperti dikutip dari kumparan, Senin (14/3).
“Itu sebenarnya tidak diatur mengenai penyelesaian damai. Karena itu masuk dalam bentuk kejahatan dan tidak dikenal penyelesaian secara administratif maupun damai,” ungkapnya.
Akbar menjelaskan bahwa sah-sah saja pelaku memberikan uang damai atau ganti rugi kepada keluarga korban. Akan tetapi, peradilan tetap harus dijalankan.
“Tetapi ganti kerugian boleh saja, tetap boleh dilakukan dan baik dilakukan, tetapi tidak menghapus perbuatan pidananya,” paparnya.
Nantinya, ganti rugi tersebut bisa menjadi hal yang meringankan dalam pengadilan. Hakim yang akan menilai bentuk ganti rugi bisa diterima tidak dalam mekanisme peradilan.
“Contoh beberapa kasus akhirnya ganti kerugian dipertimbangkan sebagai alasan yang meringankan dalam banyak kasus. Tapi tetap masuk ke pengadilan contoh seperti kasus anaknya Hatta Rajasa terus kasusnya Dul, itu mereka tetap proses pengadilan juga walaupun sudah ganti kerugian. Kalau tidak salah pidana bersyarat ya jatuhnya,” katanya.
Pengadilan juga merupakan hak pelaku. Di pengadilan tersebutlah akan dibuktikan apakah pelaku benar-benar lalai atau tidak.
“Karena tetap harus dibuktikan dulu. Sebenarnya sebagai pelaku juga memiliki hak untuk membuktikan apakah dia benar-benar lalai atau tidak. Itu juga kan dalam proses pengadilannya. Apakah yang lalai malah orang tuanya kok mereka bisa menyeberang juga gitu,” katanya.
“Dalam banyak konteks ini, unsur kelalaian itu ada di siapa, itu perlu dibuktikan dalam proses pengadilan. Makanya tidak dihapuskan perbuatan pidananya,” jelasnya. (Kum).