Matanurani, Jakarta – Indonesia disorot media internasional karena melarang ecommerce asal China masuk ke dalam pasar dalam negeri.
The Guardian mulanya melaporkan bahwa Temu tengah mengalami ledakan pertumbuhan secara global berkat harga murah yang ditawarkan.
Namun taktik harga murah tersebut telah menghambat mereka menaklukkan pasar baru di Asia Tenggara.
Pemerintah Indonesia, misalnya, yang melarang Temu dan memerintahkan penghapusan aplikasinya dari toko aplikasi pada Oktober lalu. Ini merupakan sebuah langkah yang dikatakan akan melindungi pedagang kecil di negara tersebut.
Namun taktik harga murah tersebut telah menghambat mereka menaklukkan pasar baru di Asia Tenggara.
Pekan lalu, giliran Vietnam yang mengancam akan melarang Temu dan aplikasi ‘fast fashion’ lain dari China, Shein, mulai akhir bulan ini. Pemerintah Vietnam mengatakan bahwa mereka belum mendapat izin untuk berbisnis di negara tersebut.
Banjir produk buatan China yang lebih murah yang dibarengi dengan pajak impor minimal, telah merugikan pedagang dan produsen lokal yang tidak dapat mengalahkan kecepatan, kualitas, atau harga yang ditawarkan secara daring.
“Temu telah menjadi bahan pertimbangan bagi regulator, di mana-mana (pemerintah) merasa khawatir tentang apakah aturan impor lintas batas harus diubah,” kata Simon Torring, salah satu pendiri firma riset pasar Cube, dikutip dari The Guardian, Selasa (19/11).
Temu telah memperluas kehadirannya di Asia Tenggara, yang dimulai dari pasar Filipina dan Malaysia pada 2023, lalu Thailand, Brunei, dan Vietnam tahun ini.
Meningkatnya konsumerisme dari kelas menengah yang sedang berkembang di Asia Tenggara telah menjadikan kawasan ini pasar yang ideal, dengan penjualan belanja daring mencapai US$160 miliar pada 2024, menurut analisis Bain & Co yang diterbitkan pada November.
Ledakan itu terjadi pada waktu yang tepat bagi Temu untuk mengejar pertumbuhan pasar internasional, karena ekonomi China yang melambat menyebabkan pelanggan domestik mengurangi pembelian Pinduoduo (platform serupa Temu di China).
“Di China, pertumbuhannya stagnan dibandingkan dengan tahun 2010-an, namun persaingannya sangat ketat, sehingga para pemain perlu mencari peluang lain untuk tumbuh [seperti] pasar luar negeri,” menurut Jianggan Li, kepala eksekutif di perusahaan ventura Momentum Works.
Namun, perlambatan tersebut juga menyebabkan pabrik-pabrik di China memiliki kapasitas cadangan, yang mendorong pemasok utama Temu untuk menjual dengan volume tinggi dan biaya rendah serta memberikan dorongan pada pasar saat perusahaan itu masuk.(Cnb).