Matanurani, Jakarta – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bersama Dewan Pers melakukan kerja sama dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam mengawasi iklan kampanye di media massa. Koordinator Bidang Isi Penyiaran KPI Hardly Stefano Fenolono mengatakan pengawasan juga menyangkut soal uang yang masuk ke lembaga penyiaran dari partai politik.
“Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, telah diatur bahwa lembaga penyiaran dilarang dibiayai oleh peserta politik,” ujarnya di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Senin, (26/2).
Hal itu, kata Hardly, telah ditetapkan keempat lembaga yang tergabung dalam Gugus Tugas. Hardly berharap aturan tersebut tidak dipahami sebagai pembatasan terhadap partai politik ataupun lembaga penyiaran, melainkan untuk mengatur agar akses kampanye dapat tertib dan berkeadilan untuk semua partai. Sebab, menurut Hardly, tidak semua partai politik memiliki akses yang sama terhadap frekuensi publik.
“Iklan kampanye bisa saja muncul di televisi dan radio, tapi tidak semua partai punya akses. Kami harus punya semangat berkeadilan,” katanya.
Sanksi yang akan diberikan KPI, Hardly melanjutkan, mulai teguran tertulis. Setelah itu, KPI akan menunggu tindakan dari penyelenggara pemilu, yakni KPU dan Bawaslu.
Menurut Hardly, sanksi tidak hanya diberikan kepada lembaga penyiaran, tapi juga partai politik.
Menurut Hardly, prinsip KPI dan Dewan Pers adalah mendukung KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu. Soal aturan iklan kampanye di lembaga penyiaran, kata dia, juga sudah dibahas dengan lembaga penyiaran. “Kami berharap pihak lembaga penyiaran dapat tunduk pada aturan,” ujarnya.(Tem).