Matanurani, Jakarta – Bencana longsor yang menimpa kawasan pemandian Desa Semangat Gunung, Kecamatan Merdeka, Karo Sumatera Utara, menyisakan duka pada dimana 10 orang dinyatakan hilang akibat tertimbun material longsor.
Akademisi Universitas Sumatera Utara, Roy Fachraby Ginting menyatakan keprihatinannya atas bencana tanah longsor tersebut.
“Ini semua dampak dari kerusakan hutan yang semakin parah dan pembiaran perusakan hutan selama ini,” katanya dikutip, Senin (25/11).
Menurut Roy, tingkat kepedulian dari semua pihak sangat rendah dalam menjaga kawasan hutan. Selain rendahnya pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum, hal ini juga diperparah dengan pengerukan humus yang semakin massif dilakukan masyarakat tanpa memperhatikan kerusakan lingkungan.
“Rakyat saat ini juga tidak mau peduli dan pemerintah juga melakukan pembiaran sehingga kerusakan hutan semakin besar dan luas. Hal ini tentu tinggal menunggu bencana alam yang lebih besar sudah di depan mata,” ujarnya.
Dikatakan cendekiawan yang cukup kritis ini, hutan memiliki manfaat yang baik bagi kehidupan seluruh makhluk hidup dan termasuk kita semua. Hal yang membuat nenek moyang selalu menjaga kawasan hutan untuk menopang kehidupannya.
“Nenek moyang suku Karo sejak ratusan lalu sudah memberikan perhatian dan perlindungan hutan sebagai pemberi oksigen dan juga penyerap karbon dioksida, dan menjadi sumber penghidupan masyarakat desa dengan konsep Kerangen kuta dan tapin kuta yang di jaga ketat sekali dengan memadukan kepercayaan mistis atau keramat,” ungkapnya.
Saat ini kata Roy, banyak hutan di wilayah Taneh Karo Simalem dan sekitarnya seperti Deli Serdang, Langkat dan Simalungun Atas serta Dairi yang kini menjadi gundul akibat ulah manusia yang egois dan serakah dengan melakukan penebangan liar dan juga alih fungsi lahan.
“Mereka sadar atau tanpa menyadari hal ini akan menjadi sumber bencana bagi kehidupan anak cucu kita dan mulai kita rasakan saat ini dengan longsor dan banjir bandang dan tentu hal itu bukan hanya manusia yang terancam, namun juga ekosistem makhluk hidup lain akan terancam”,
pungkasnya.
Berdasarkan data dari Kapolres Karo, AKBP Eko Yulianto menyebut, derasnya hujan disinyalir menjadi penyebab kontur tanah menjadi labih hingga memicu terjadinya bencana. Upaya pencarian masih dilakukan dengan mengerahkan alat berat.
“Hingga kini, 10 orang masih dinyatakan hilang dan diduga tertimbun material longsor,” kata Kapolres Tanah Karo AKBP Eko Yulianto kepada wartawan, Minggu, 24 November 2024.(Rmo).