Matanurani, Jakarta -Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU menanggapi soal dugaan kartel dalam importasi komoditas kedelai yang dilakukan oleh Perum Bulog. Ketua KPPU M. Afif Hasbullah mengatakan akan mengkaji regulasi atas tata niaga kedelai itu.
“Kita lihat ya regulasinya seperti apa terkat importasi tersebut,” ucapnya dikutip dari tempo, Kamis, (1/12).
Afif mengatakan tak mau terburu-buru dalam mengawasi dugaan kartel dalam importasi kedelai ini. Sebelum melangkah, kata dia, KPPU perlu mengkaji atau mendalami peraturan atau kebijakan yang ada. Kemudian KPPU akan menganalisis apakah ada pemicu kegiatan usaha yang diduga tidak sehat, baik dalam hal impor maupun ekspor.
Kendati berjanji akan mendalami dugaan kartel ini, Afif enggan berkomentar soal tiga perusahaan raksasa yang disebutkan oleh Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso sebagai importir yang menguasai perdagangan kedelai dalam negeri. Ia pun belum mau memastikan apakah KPPU akan memanggil tiga perusahaan itu. “Nanti akan ada informasi lah selanjutnya ya. Saya kira semua tetap akan menjadi perhatian kita. Ada kajiannya,” tutur Afif.
Adapun dugaan kartel dalam importasi kedelai pertama kali mencuat pada rapat dengar pendapat (RDP) bersama Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas), Rabu, 16 November 2022. Saat itu, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mempertanyakan apakah betul Bulog tidak membeli langsung kedelai melainkan melalui perusahaan importir raksasa.
“Betul. Ada tiga perusahaan,” jawab Budi Waseso alias Buwas saat itu di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan.
Sudin pun menegaskan langkah Bulog itu termasuk tindakan kartel. “Ya itu kartel. Kenapa sekarang enggak ada yang ngasih tahu. Seolah-olah tutup mata,” ujar Sudin.
Kemudian Sudin mengakui telah mendapatkan informasi bahwa salah satu dari perusahaan tersebut telah mengimpor hampir 2 juta ton kedelai ke Indonesia. Menurut dia, seharusnya Bapanas yang mengambil alih seluruh kewenangan importasi kedelai itu. Ia juga meminta agar Bapanas lebih berani membongkar dugaan-dugaan kartel lainnya dalam importasi pangan, termasuk gandum.
“Jangan tanggung-tanggung. Bongkar aja semuanya ambil ahli dengan Bapanas,” kata dia.
Bapanas, menurut Sudin, seharusnya memiliki kewenangan dalam mengatur dan menugaskan Bulog. Khususnya soal jumlah yang diimpor dan sumbernya. Memang tidak gampang mengatur importasi kedelai, kata dia, karena ‘permainannya’ terlampau tidak baik.
Di sisi lain, Sudin juga mempertanyakan mengapa Bulog tidak menyerap kedelai hasil produksi dalam negeri. Buwas kemudian menjelaskan bahwa Bulog tak membeli kedelai lokal karena tidak memenuhi syarat. Menurut Buwas, kedelai lokal memiliki kadar air dan kualitas yang tidak sesuai dengan kebutuhan para perajin tempe dan tahu di Indonesia.
Buwas mengungkapkan selama ini Indonesia memang ketergantungan dengan importir kedelai dan harganya saat ini masih melonjak. Sementara perajin tempe dan tahu terus membutuhkan kedelai secara berkelanjutan, sehingga mendesak Bulog untuk mengimpor kedelai dengan harga tinggi itu. Namun ia mengaku sedang berusaha menjajaki beberapa pihak agar bisa melakukan impor sendiri.(Tem).