Matanurani, Jakarta – Komisi V DPR RI meminta pemerintah dan pemerintah daerah sebagai regulator untuk tidak lagi membiarkan operator melakukan pelanggaran aturan keselamatan pelayaran.
Komisi yang membidangi transportasi ini
menyesalkan berulangnya musibah kapal tenggelam di beberapa perairan tanah air belakangan ini.
“Kami sangat menyesalkan musibah beruntun ini. Tenggelamnya Kapal Motor (KM) Arista tenggelam di perairan Makassar, Selat Gusung, Sulawesi Selatan, pada Rabu siang (13/6) dan KM Sinar Bangun di danau Toba (18/6) menunjukan adanya pelanggaran aturan pelayaran seperti kelebihan muatan, berlayar dalam cuaca buruk hingga tidak memiliki manifes penumpang,” kata Wakil Ketua Komisi V DPR, Sigit Sosiantomo dalam keterangan tertulisnya, Selasa (19/6).
Menurut Sigit, jika operator pelayaran mengikuti aturan yang tetuang dalam UU 17/2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah (PP) 20/2010 tentang Angkutan Perairan serta Peraturan Menteri 104/2017 tentang Angkutan Penyeberangan, kecelakaan ini bisa dihindari.
UU Pelayaran dan aturannya dibawahnya, seperti pasal 61 ayat (3) PP 20/2010 tentang angkutan perairan mewajibkan terpenuhi persayaratan kelaiklautan sebagai persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan harus dilaksanakan tanpa kecuali.
Kemudian sesuai dengan UU No.17 tahun 2008 tentang Pelayaran, pemerintah memiliki kewajiban untuk melakukan pengaturan, pengendalian dan pengawasan dalam penetuan standard, norma, pedoman, perencanaan dan prosedur persyaratan dan keamanan pelayaran. Namun, amanat pasal 5 UU 17/2008 tersebut belum sepenuhnya dijalankan oleh pemerintah.
“Pengawasan dalam kelaikan angkutan laut masih rendah, sehingga kerap terjadi kecelakaan kapal karena kelebihan muatan. Demikian juga dengan keselamatan pelayaran. Kerap kali, kapal yang melayani penyeberangan tidak dilengkapi dengan peralatan keselamatan yang memadai.” ujar Sigit.
Sigit juga meminta pemerintah memberikan sanksi tegas pihak-pihak yang lalai sehingga menyebabkan kecelakaan kapal sebagaimana diamanatkan dalam UU Pelayaran.
Sesuai dengan pasal 303 UU Pelayaran, setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan
keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam pasal 122 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.
Selanjutnya jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian harta benda dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp500 juta.
“Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar,” tutup Sigit. (Rmo).