Home News HET Minyak Goreng Pemerintah Dianggap Tak Imbangi Harga Keekonomian CPO

HET Minyak Goreng Pemerintah Dianggap Tak Imbangi Harga Keekonomian CPO

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian fasilitas izin ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Pemeriksaan saksi tersebut dilakukan pada Selasa (11/10) diantaranya Indra Wijayanto PNS di Direktorat Barang Penting Kemendag. Sugi Romansyah selaku Kabiro Umum Kemendag.

Dalam kasus ini ada lima orang terdakwa. Mereka adalah Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia. Senior Manager Corporate Affairs PT Pelita Agung Agrindustri/Permata Hijau Group Stanley MA.

Salah satu saksi yakni Fungsional Analis Perdagangan Direktorat Jenderal Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Indra mengatakan, pemerintah telah berusaha keras untuk memastikan ketersediaan harga minyak goreng di pasaran sesuai dengan ketetapan Harga Eceran Tertinggi (HET). Padahal, HET yang ditetapkan jauh selisihnya dari harga keekonomian yang sesungguhnya. Ujungnya, pelaku usaha jadi merugi.

“Minyak jenis apapun merk apapun harus dijual dengan harga Rp 14.000. Di mana, harga keekonomian sekitar Rp 17.260 sehingga nanti yang akan dibayarkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPBDPKS) adalah selisih dari harga keekonomian dikurangi HET,” ucap Indra. Dana yang disiapkan BPDPKS sekitar Rp 7,6 triliun dianggap tidak akan sanggup bila harus membayar selisih harga minyak goreng ini.

Untuk mengantisipasi adanya kelangkaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Sederhana Untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPBDPKS).

Terlebih, saat itu harga minyak goreng telah menyentuh harga Rp 18.000 hingga Rp 19.000. Kemudian, pemerintah meminta para pelaku usaha untuk menjual minyak goreng kemasan dengan harga Rp 14.000. Padahal, harga minyak goreng telah menyentuh Rp 17.260.

“Sehingga ada selisih harga Rp 3.200 akan diganti dengan dana BPDPKS. Ini kebijakan pertama,” kata Indra, Selasa (11/10). Namun, kebijakan ini tak bertahan lama. Pasalnya, kebutuhan minyak goreng kemasan sederhana mencapai 200 juta liter. Sedangkan, para pelaku usaha hanya sanggup mengumpulkan sekitar 40 juta liter minyak goreng kemasan sederhana.

“Sedangkan kalau mereka (pelaku usaha) akan berinvestasi mungkin dibutuhkan waktu cukup lama untuk mendatangkan mesin kemasan,” tambah Indra.

Karena itu, pemerintah kembali mengeluarkan Permendag Nomor 03 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS sebagai kebijakan baru. Aturan ini berupaya membuat minyak goreng kemasan baik sederhana maupun premium jadi satu harga.

Kemudian, pemerintah mengeluarkan Permendag Nomor 06 Tahun 2022 sebagai aturan baru. Dalam kebijakan ini, minyak goreng dibagi ke tiga kategori. Yakni, minyak goreng kemasan, kemasan sederhana dan minyak goreng curah. Masing-masing kategori memiliki HET sendiri.

HET minyak goreng premium senilai Rp 14.000.  Minyak goreng kemasan Rp13.500. Terakhir, minyak goreng curah seharga Rp 11.000.

Kebijakan ini diperkuat dengan Permendag Nomor 8 Tahun 2022. Kebijakan ini mengatur soal DMO. Regulasi ini meminta para pelaku usaha untuk melakukan subsidi minyak goreng. Pelaku usaha yang hendak ekspor diwajibkan untuk menenuhi DMO sebesar 20% ke dalam negeri sebelum melakukan ekspor.(Ktn).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here