Matanurani, Jakarta – Suka tidak suka, mau tidak mau, Indonesia kemungkinan bakal mengalami resesi jika pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 negatif mengingat di kuartal II juga sudah minus.
Pahit memang, tetapi pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat ekonomi dunia mengkerut, bukan cuma Indonesia.
Definisi resesi sendiri adalah kontraksi ekonomi dalam dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.
Pada kuartal I-2020, secara year-on-Year (YoY) ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 2,97%. Namun pada kuartal II-2020, Indonesia sudah tidak bisa menghindar dari kontraksi sebesar 5,32% sehingga apabila pada kuartal ketiga perekonomian Indonesia kembali terkontraksi maka Indonesia secara sah dan meyakinkan jatuh ke jurang resesi.
Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengingatkan akan kontraksi ekonomi di kuartal III-2020. Meski tidak sedalam kuartal II, tapi dinilai masih terus diwaspadai.
“Kontraksi ekonomi Indonesia di tahun 2020 ini di kuartal kedua kemungkinan masih akan berlangsung, dari sisi kuartal ketiga meskipun suasana kuartal ketiga mungkin relatif lebih baik dari kuartal kedua tersebut,” ujarnya di Gedung DPR RI, Rabu (9/9) kemarin.
Dengan kondisi ini, maka outlook ekonomi Indonesia di tahun ini pun direvisi ke bawah. Pertumbuhan ekonomi sebelum Covid diprediksi bisa tumbuh 5,3% dan saat ini menjadi -1,1 sampai 0,2%.
Tidak hanya Menkeu, Menkopolhukam Mahfud MD juga dengan gamblang menyebutkan Indonesia bakal masuk ke jurang resesi ekonomi. Bulan depan, menurut Mahfud resesi terjadi.
“Sementara kehidupan ekonomi turun terus. Bulan depan hampir dapat dipastikan 99,9 persen akan terjadi resesi ekonomi di Indonesia,” demikian kata Mahfud.
Rilis data juga masih menunjukkan Indonesia siap terjun ke jurang resesi.
Terbaru, Bank Indonesia (BI) melaporkan, penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Ritel (IPR) mengalami kontraksi 12,3% pada Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY). Penjualan ritel belum bisa lepas dari kontraksi selama delapan bulan beruntun.
Bahkan pada Agustus 2020, BI memperkirakan penjualan ritel masih turun dengan kontraksi IPR 10,1% YoY. Dengan begitu, rantai kontraksi penjualan ritel kian panjang menjadi sembilan bulan berturut-turut.
Penjualan ritel yang lesu semakin memberi konfirmasi bahwa konsumsi rumah tangga domestik sedang bermasalah. Sebelumnya, sudah ada dua data yang menggambarkan hal itu yakni Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang masih terus di bawah 100 dan deflasi yang terjadi pada Juli-Agustus. Bahkan BI memperkirakan deflasi akan berlanjut pada September.
Nah tentu saja seluruh masyarakat Indonesia haru bersiap menghadapi resesi yang sudah di depan mata.