Matanurani, Jakarta – Bank Indonesia (BI) memperkirakan pengetatan kebijakan moneter (tapering off) yang dilakukan Federal Reserve (The Fed) akan mulai dilakukan pada November 2021.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan bahwa pengurangan pembelian obligasi atau tapering off oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) akan dikurangi secara bertahap, tidak akan sekaligus. Meski begitu, BI akan tetap mengantisipasi dampak dari tapering tersebut.
“Kami antisipasi ke market. Karena sudah mulai terlihat gejolak, khususnya di emerging market. Tekanan di mata uang emerging market tinggi, termasuk nilai tukar rupiah,” jelas Destry kepada Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Selasa (14/9).
Kendati begitu, Destry menegaskan bahwa kondisi tapering pada saat ini tidak akan separah kondisi di tahun 2013 silam. Pada saat itu, the Fed melakukan tapering secara mendadak tanpa melakukan komunikasi terlebih dahulu sehingga memicu tekanan di pasar keuangan global.
Apalagi saat itu, kondisi fundamental ekonomi Indonesia tidak sekuat saat ini dan Indonesia juga belum memiliki instrumen keuangan yang lengkap dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah saat taper tantrum terjadi.
Sementara di tahun ini, dia melihat komunikasi The Fed lebih jelas dan terbuka, sehingga pasar sudah mengantisipasinya.
Tak hanya itu, sisi fundamental ekonomi juga sudah semakin baik, tercermin dari posisi cadangan devisa Indonesia per akhir Agustus lalu mencapai US$ 144 miliar. Sehingga diklaim ampuh untuk menjaga stabilitas eksternal termasuk kinerja rupiah.
“Cadangan devisa Indonesia terus meningkat sehingga mendukung ketahanan faktor eksternal Indonesia,” tuturnya.
Kemudian untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, Bank Sentral terus melakukan Triple Intervention di pasar spot, DNDF dan pembelian SBN di pasar sekunder di tengah ketidakpastian pasar keuangan.
Destry menjelaskan pembelian SBN di pasar sekunder untuk menstabilkan rupiah dikarenakan aksi jual (sale-off) para investor. Intervensi BI di pasar SBN juga untuk mengantisipasi tekanan terhadap pasar keuangan domestik dan mencegah imbal hasil surat utang pemerintah meningkat signifikan.
Ia mencontohkan sejak pandemi Covid-19, BI telah melakukan pembelian di pasar SBN untuk mengatasi terjadinya sale-off atau keluarnya asing dari pasar domestik.
“Saat tahun 2020 dan 2021 awal kemarin (BI) sempat masuk pasar SBN sebab saat itu, terjadi sale off asing keluar cukup besar, sehingga jika tidak dukung di SBN yield akan terbang, dan kalau yield terbang maka pengaruhnya ke nilai tukar rupiah,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa intervensi BI di pasar akan dilakukan secara terukur dengan mempertimbangkan kapasitas dan berjalannya mekanisme pasar. Jadi tidak serta merta BI selalu melakukan intervensi secara besar.
“Kalau BI (tidak) melakukan intervensi besar-besaran saat terjadi sale off maka cadangan devisa dipastikan akan turun dalam. Kami bisa pertahankan cadev dengan instrumen instrumen yang ada dan kondisi pasar cepat berbalik karena adanya percaya confidence (kepercayaan) pasar terkait penanganan pandemi Covid-19,” jelasnya. (Bes).