Home Opini Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Untuk Siapa?

Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Untuk Siapa?

0
SHARE

Oleh : Fitria Nurma Sari SE, M. SEI.

ANGKA pertumbuhan ekonomi nasional dianggap sebagai indikator utama keberhasilan program pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya. Namun, apakah tingkat pertumbuhan ini secara nyata dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, utamanya kalangan masyarakat bawah? Faktanya, meskipun Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif, banyak masyarakat yang tidak dapat merasakannya.

Pemerintah biasanya mengukur pertumbuhan ekonomi dari seberapa besar peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai ini direpresentasikan dari total nilai barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Meningkatnya nilai PDB berarti aktivitas ekonomi juga meningkat; produk dan jasa yang diproduksi semakin banyak, secara otomatis keuntungan yang dihasilkan juga semakin besar. Namun, peningkatan PDB tidak selalu berarti kesejahteraan rakyat juga meningkat, terutama untuk kelompok masyarakat bawah yang selalu termarginalkan dari riuhnya pembangunan.

Kesenjangan ekonomi di Indonesia masih menjadi masalah yang pelik. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Gini masih cukup tinggi, yaitu 0,38 di tahun 2023. Indeks Gini mengukur kesenjangan distribusi pendapatan relatif antara penduduk pada suatu wilayah. Angka ini menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan ekonomi terjadi, distribusi hasilnya masih tidak merata. Masyarakat kelas atas semakin kaya dengan pendapatan yang semakin banyak, sementara kalangan bawah seperti petani, buruh, dan pedagang tidak merasakan manfaat dari pertumbuhan ekonomi nasional.

Penyebab utama dari masalah ini adalah sistem ekonomi yang memihak kepada mereka yang memiliki modal, seperti perusahaan besar dan investor. Mereka mendapatkan manfaat besar dari berbagai kebijakan pemerintah, seperti insentif pajak hingga pengampunan pajak. Sementara itu, masyarakat yang bergantung pada sektor informal dengan upah harian tidak mampu merasakan secara langsung dampak positif dari kebijakan tersebut.

Contoh konkret adalah proyek food estate. Hanya perusahaan-perusahaan besar yang mendapatkan keuntungan dari proyek ini. Petani kecil hanya memiliki peran kecil, bahkan dalam banyak kasus, mereka mengalami kerugian akibat gagal panen. Perusahaan yang mendapatkan proyek pembukaan lahan, penjualan pupuk, maupun alat dan mesin pertanian, meraih keuntungan besar dari proyek bernilai ratusan triliun ini.

Sebanyak 59,17% dari total pekerja Indonesia bekerja di sektor informal. Mereka bekerja di berbagai bidang seperti pedagang kaki lima, buruh tani, mitra ojek online, dan buruh bangunan, seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka. Walaupun Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mereka yang tersisihkan tetap berada di bawah garis miskin. Mereka adalah cermin bahwa pertumbuhan ekonomi tidak merata; bahkan semakin besar pertumbuhan, semakin parah ketimpangan yang terjadi.

Pemerintah setiap tahun meluncurkan berbagai strategi pengentasan kemiskinan melalui program-program bantuan sosial maupun proyek padat karya. Namun, dampaknya masih belum signifikan dan belum mampu mengangkat masyarakat miskin ke tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Program-program tersebut seringkali berubah-ubah tergantung siapa pemangku kebijakannya, sehingga tidak dapat mengatasi akar permasalahan seperti akses pendidikan berkualitas, jaminan kesehatan, dan juga lapangan kerja yang layak.

Pada era Presiden Jokowi, pembangunan infrastruktur skala besar menjadi program utama pemerintah. Pembangunan infrastruktur secara massif diharapkan mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Sebut saja jalan tol, waduk, bandara, pelabuhan, dan proyek strategis nasional lainnya. Walaupun hal tersebut mampu meningkatkan aksesibilitas dan konektivitas antar wilayah, apakah pembangunan tersebut benar-benar memberikan manfaat langsung kepada masyarakat kelas bawah?

Nyatanya, pembangunan infrastruktur lebih banyak dirasakan oleh korporasi besar, perusahaan multinasional, dan mereka yang memiliki modal besar. Masyarakat malah tergusur, terusir dari kampung halaman, dan tercerabut dari kehidupan sosialnya, seperti pada kasus di Desa Ria-Ria di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Pemerintah harus fokus agar pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Salah satunya adalah dengan cara meningkatkan akses pendidikan berkualitas kepada seluruh masyarakat. Hal ini agar setiap individu bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk membangun masa depannya.

Penulis adalah Dosen Perbankan Syariah Universitas Ahmad Dahlan

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here