Matanurani, Jakarta — Kejaksaan Agung buka suara soal pengajuan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menjelaskan sejatinya pengajuan JC tidak diatur di dalam kasus pembunuhan berencana.
Meski begitu, Ketut mengklaim pihaknya telah mengakomodasi rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terkait JC Richard Eliezer. Hal itulah, yang menurutnya membuat tuntutan Eliezer jauh lebih ringan daripada mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
“Bahwa rekomendasi dari LPSK terhadap Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu untuk JC telah diakomodir dalam surat tuntutan sehingga terdakwa mendapatkan tuntutan pidana jauh lebih ringan dari terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (19/1).
Ketut menjelaskan dalam Pasal 28 UU Perlindungan Saksi dan Korban, status JC tidak mengakomodasi kasus pembunuhan berencana. Dalam aturan itu, kata Ketut, perlindungan saksi dan korban hanya untuk kasus tertentu seperti korupsi, terorisme, hingga tindak pidana pencucian uang.
“Bahwa kasus pembunuhan berencana bukanlah termasuk yang diatur dalam Pasal 28 ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,” jelasnya.
Selain itu, Ketut mengatakan dalam kasus ini, Eliezer juga berperan sebagai eksekutor yakni pelaku utama pembunuhan Brigadir J.
Lebih lanjut, Richard juga dinilai bukan lah sosok utama yang membuka kasus pembunuhan Brigadir J. Jaksa menilai kasus tersebut pertama kali terungkap lewat pengakuan keluarga korban kepada media.
“Deliktum yang dilakukan oleh terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor yakni pelaku utama bukanlah sebagai penguak fakta utama. Sehingga peran kerja sama dari terdakwa Richard Eliezer sudah dipertimbangkan sebagai Terdakwa yang kooperatif dalam surat tuntutan Penuntut Umum,” ujarnya.
Selain itu, Ketut menyebut pelaku utama yang menyebabkan pembunuhan berencana tidak bisa direkomendasikan sebagai JC. Hal itu sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, salah satunya JC adalah bukan pelaku utama.
“Sementara peran Terdakwa sebagai pelaku utama yang menyebabkan sempurnanya tindak pidana pembunuhan berencana, tidak dapat direkomendasikan untuk mendapatkan JC,” tuturnya.
Dalam sidang sebelumnya, Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup. Jaksa menganggap Sambo terbukti melakukan pembunuhan berencana dan menghalangi proses penyidikan.
Untuk tiga terdakwa lainnya yakni Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut 8 tahun penjara. Sementara untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut 12 tahun penjara lantaran dinilai terbukti melakukan penembakan.
Menurut jaksa, sikap kooperatif Richard dengan membongkar kasus ini tidak bisa dijadikan alasan untuk menghilangkan pidana. Terlebih, tindak pidana ini telah merampas nyawa orang lain yakni Yosua. (Cen).