Matanurani, Jakarta – Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan, sektor pertanian Indonesia berdasarkan fakta saat ini terbukti tangguh dalam menghadapi ancaman perubahan iklim dan pandemi COVID-19.
Namun, saat ini sektor pertanian sedang dihadapkan dengan krisis pangan. Mentan Syahrul mengatakan, ancaman itu dipicu oleh gangguan suplai atau pasokan dan perdagangan pangan global serta kelangkaan pupuk. Hal itu disampaikannya dalam rangkaian agenda G20 bertajuk ‘Workshop Gap Analysis on Food Loss and Waste Indices’.
“Terkait kondisi tersebut, penanganan food loss and waste dapat dijadikan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan ketersediaan dan ketahanan pangan,” ujar Syahrul, Selasa, (21/6).
Karena menurutnya isu food loss and waste atau sampah makanan kini semakin penting di tengah ancaman krisis pangan global. Berdasarkan kajian Food and Agriculture Organization (FAO) menunjukkan bahwa sepertiga bahan pangan yang diproduksi dunia, akan terbuang dan menjadi sampah yang tidak dapat di daur ulang.
“Pada saat yang bersamaan, dunia harus mampu menyediakan pangan bagi 9 miliar penduduk pada 2050. Dan oleh karena itu, workshop food loss and waste saat ini sangat tepat untuk terciptanya sistem pangan berkelanjutan,” jelasnya.
Sementara itu, Syahrul menjelaskan, Bappenas telah mengestimasi jumlah sampah makanan di Indonesia selama periode 2000-2019 berkisar 115-184 kilogram kapita per tahun. Adapun dalam upaya untuk mengurangi sampah makanan yang signifikan terangnya, adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.
“Sebagai contoh, mengurangi 25 persen kehilangan produksi padi di Indonesia, akan meningkatkan ketersediaan pangan beras hingga 4 kg per kapita. Dalam kaitan ini, upaya FAO yang sudah menyiapkan cara pengukuran food loss index dan UNEP yang mengembangkan cara pengukuran food waste index patut diapresiasi,” paparnya.
Namun, lanjutnya dalam implementasi masih banyak negara yang menghadapi kendala terkait data yang dibutuhkan untuk pengukuran indeks sampah makanan. Maka dari itu melalui kegiatan ini diharapkan, dapat merumuskan untuk mengurangi kesenjangan pengukuran indeks sampah makanan. (Viv).