Matanurani, Jakarta – Meski masuk ke jurang resesi akibat dampak Covid-19, namun perekonomian Indonesia termasuk dari sektor jasa keuangan nampak masih lebih baik ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan dari berbagai indikatornya.
“Tak berlebihan rasanya jika kita patut bersyukur, lantaran perlambatan ekonomi Indonesia tersebut tidaklah seburuk perekonomian di negara-negara lain, baik di semua advanced economies (negara-negara maju) maupun di sebagian besar emerging economies (negara-negara berkembang) yang mayoritas struktur perekonomiannya bergantung pada perdagangan internasional, sementara perekonomian kita lebih banyak ditopang oleh permintaan domestik,” ujar Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso dalam Rapat Kerja Laporan Kinerja OJK Semester I dengan Komisi XI DPR, Kamis (1/10).
Di pasar modal, sejalan dengan masih tingginya tekanan pada ekonomi domestik, ternyata minat masyarakat untuk mencari pendanaan disini masih tinggi. Penghimpunan dana publik hingga September 2020 telah mencapai Rp 85,9 triliun, dengan 40 emiten baru. Saat ini, penawaran umum dalam proses tercatat sebesar Rp 20,5 triliun. Jumlah investor domestik juga terus meningkat mencapai 3,14 juta investor.
Di industri perbankan, dengan berbagai kebijakan stimulus yang diberikan, kondisi industri perbankan saat ini masih terjaga solid dengan didukung tingkat permodalan yang tinggi dan likuiditas yang amat memadai. Di sisi intermediasi, pada Agustus, kredit perbankan masih tumbuh positif secara year on year (yoy), walaupun kembali mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode sebelumnya.
Hingga Agustus lalu, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 1.04% yoy atau -1,69% year to date (ytd), didorong oleh pelemahan penyaluran kredit baru oleh Bank Umum Swasta Nasional. Sedangkan kredit pada Bank Persero dan BPD masih tumbuh cukup baik. “Hal ini menandakan sektor swasta masih berhati-hati atau wait and see terhadap outlook risiko ke depan,” kata Wimboh.
Berdasarkan jenis penggunaannya, Kredit Modal Kerja (KMK) masih terkontraksi, sedangkan kredit investasi masih positif. Sementara, kredit segmen UMKM yang terkontraksi dari Maret 2020 hingga Juni 2020 cukup mempengaruhi perlambatan kredit secara keseluruhan sehingga secara ytd masih terkontraksi -2,35%.
“Namun, berbagai kebijakan stimulus yang diberikan OJK dan pemerintah mampu memberikan dampak positif pada segmen UMKM, tercermin dari kenaikan pertumbuhan yang positif menjadi sebesar 0,18% MoM (Juli-Agustus 2020),” sebut Wimboh.
Lanjut dia, dengan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh OJK dan anggota KSSK lainnya, secara umum profil risiko perbankan masih terjaga pada level yang manageable dengan rasio NPL kotor tercatat sebesar 3,22%.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Permodalan industri perbankan terus mengalami peningkatan, tercatat di Agustus mencapai 23,2%.
Alat likuid yang dimiliki perbankan terus mengalami peningkatan dengan masih tingginya pertumbuhan DPK dan lemahnya demand kredit. Per 23 September 2020, rasio alat likuid atau non-core deposit dan alat likuid atau DPK terpantau pada level 148,01% dan 31,68%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.
Sedangkan LDR tercatat 85,1%. Sedangkan, di Industri Keuangan Non Bank (IKNB), gearing ratio masih terjaga rendah 2,4x dibawah threshold 10x.
Dari sisi permodalan industri asuransi masih cukup tinggi di atas threshold 120%, yakni mencapai 330% untuk asuransi umum dan 506% untuk industri asuransi jiwa. Namun, pertumbuhan piutang pembiayaan masih mencatatkan kontraksi yang cukup dalam yakni -12,86% yoy dengan non performing financing 5,2%.(Bes).