Matanurani, Jakarta – Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan suara santri bisa mempengaruhi peta politik dengan proporsi yang cukup besar. Menurut dia, santri terbukti bisa meningkatkan elektabilitas. Makanya, kedua kubu dalam Pilpres 2019 getol mendekati pesantren.
“Para politikus sangat paham akan keberadaan santri yang secara proporsi sangat besar dan akan sangat mempengaruhi peta politik,” kata Pangi lewat keterangan tertulis, Minggu, (21/10). Menurut Pangi, santri menjadi ceruk yang menjanjikan karena secara kultural mereka patuh dan taat atas instruksi dari para kiai atau pemimpin mereka.
Ketaatan ini menjadikan pola kepemimpinan dalam pesantren menjadi paternalistik di mana pengaruh kepemimpinan kiai mampu melegitimasi dan memiliki penerimaan yang sangat kuat bagi para santri. Artinya suara santri berada di tangan kiai.
Untuk itu para politisi merasa perlu melakukan pendekatan yang intensif dengan para kiyai, sebagai pemegang otoritas di pesantren. Adapula sebaran pesantren dan kiai di Indonesia yang cukup masih menjadikan para kiai bersifat lebih otonom dalam membina dan mengurus pesantrennya masing-masing, bahkan hingga urusan politik. Alasan ini, kata Pangi, yang jadi jawaban kenapa pesantren sering didatangi saat musim pemilu, berebut ceruk suara santri.
Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu melarang kampanye di pesantren. Pasalnya, bersinggungan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang menyebutkan larangan kampanye di tempat pendidikan. Pesantren jadi salah satunya. Bawaslu memasang sejumlah syarat jika calon presiden akan kunjungan ke pesantren. Misalnya, Tidak boleh ada unsur kampanye, harus memiliki undangan, dan tidak ada atribut kampanye.(Tem).