Matanurani, Jakarta – Kasus dugaan korupsi dana hibah kembali menyeruak di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah. Kali ini yang menjadi sorotan adalah mantan Ketua DPC Partai Hanura Tolitoli, Agustinus Deo Dopo yang resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tolitoli.
Penahanan dilakukan setelah Agustinus dua kali mangkir dari panggilan jaksa dan baru memenuhi pemanggilan ketiga. Seusai menjalani pemeriksaan intensif, ia langsung digelandang ke Lapas Kelas IIB Tolitoli, Kamis (3/7).
Kepala Kejari Tolitoli, Albertinus P Napitupulu, dalam keterangan resminya menyebut Agustinus diduga menyalahgunakan dana hibah partai politik yang bersumber dari APBD Tolitoli tahun anggaran 2022-2024.
“Dana hibah yang semestinya digunakan untuk kegiatan partai politik, justru dipakai untuk kepentingan pribadi oleh tersangka,” tegas Albertinus.
Ia juga mengungkapkan, hasil audit menemukan sejumlah laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif, serta kegiatan yang tidak pernah dilakukan, namun dilaporkan sebagai kegiatan resmi.
Dari hasil penyelidikan, kerugian negara akibat tindakan tersangka diperkirakan mencapai Rp 67 juta.
Jumlah ini bersumber dari anggaran hibah partai politik yang seharusnya dimanfaatkan untuk pendidikan politik, konsolidasi kader, hingga administrasi partai di tingkat daerah.
Tak hanya itu, penyidik juga menemukan ketidakwajaran dalam laporan keuangan, seperti lonjakan anggaran pada pos-pos tertentu yang tidak sesuai dengan aktivitas partai di lapangan.
Untuk mengusut kasus ini, Kejari Tolitoli telah memeriksa sedikitnya 15 saksi, termasuk pengurus partai, bendahara, dan pihak eksternal yang terlibat dalam administrasi hibah.
Agustinus kini ditahan selama 20 hari pertama untuk keperluan penyidikan, dengan kemungkinan masa tahanan diperpanjang hingga 40 hari.
Ia dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan dan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 20 tahun penjara.(Bes).