Matanurani, Jakarta — Karyawan Perusahaan PT Kertas Nusantara yang tergabung dalam Serikat Pekerja Perkayuan dan Perhutanan (SPKAHUT) melaporkan perusahaan tempat mereka bekerja ke Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker).
Pangkal persoalannya, perusahaan yang sempat disebut berkaitan dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subiyanto tersebut tidak juga membayar gaji pekerja sejak tahun 2014 lalu.
Syaifullah Tanjung, Sekretaris Jenderal SPKAHUT mengatakan perusahaan berdalih tidak bisa membayar gaji karyawan karena terlilit utang sejak tahun 2005 lalu. Permasalahan tersebut sempat membuat perusahaan mengalami kesulitan modal sehingga harus merumahkan karyawan pada tahun 2008 sampai 2010 lalu.
Bahkan, perusahaan juga sempat nyaris dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tahun 2011 lalu. Syaifullah mengatakan, kondisi keuangan perusahaan semakin memburuk dan operasi pabrik terpaksa harus dihentikan pada 2013 lalu.
Saat itulah katanya perusahaan mulai tidak bayar gaji karyawan. “Benar- benar terhenti 2014 pembayaran gajinya, sebulan sebelum pemilihan presiden 2014 diadakan,” katanya, Kamis (14/6) lalu.
Setelah itu Syaifullah mengatakan perusahaan tidak pernah memberikan gaji pada pekerja lagi. Anehnya, walau mengaku mengalami kesulitan keuangan dan kesulitan bayar gaji, perusahaan tidak pernah memberikan kejelasan mengenai status pekerja. Perusahaan juga tidak pernah memberikan surat pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak operasi pabrik dihentikan.
Syaifullah bilang, Direktur Utama Kertas Nusantara kala itu, Pola Winson, mengatakan tidak ingin karyawan di PHK karena yakin bisa mendapatkan investor yang bisa menyuntikkan dana segar guna mengatasi kesulitan keuangan Kertas Nusantara.
“Direktur saat itu bilang mau bangkit, cari investor dan Pak Prabowo maunya tidak PHK, padahal kami mendesak lebih baik di PHK agar perusahaan tidak menanggung kewajiban yang lebih besar ke depannya,” katanya.
Tempuh jalur hukum
Anehnya kata Syaifullah, walau mengaku kesulitan keuangan, perusahaan pada tahun 2017 dan 2018 ini malah sempat membayar THR untuk 1.300 orang pekerja. Walaupun, THR yang dibayar tersebut tidak sesuai ketentuan dan hanya dibayarkan pada orang orang tertentu saja.
“Atas dasar itulah kami mengadu ke Kemenaker,” katanya.
Dari pengaduan tersebut pekerja berharap Kemenaker bisa memediasi perusahaan dan pekerja. Tapi harapan tersebut kandas.
Kemenaker beberapa waktu lalu telah mengirimkan panggilan pada perusahaan agar menghadiri mediasi dengan pekerja di Menara Bidakara. Tapi panggilan tersebut diabaikan direksi dengan alasan direksi sibuk.
“Padahal pabrik sudah tidak beroperasi, jadi direksi sibuk apa? Saya rasa itu hanya akal-akalan saja,” katanya.
Pekerja saat ini telah berkoordinasi dengan Yayasan Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI).
Okky, staf advokasi YLBHI membenarkan langkah SPKAHUT tersebut. YLBHI juga sudah mengirimkan desakan kepada perusahaan untuk melaksanakan kewajiban mereka ke pekerja. (Cen).