Matanurani, Jakarta – Pemerintah menetapkan biaya konsumsi rapat pejabat senilai Rp171.000 per orang dan anggaran pengadaan mobil dinas pejabat senilai Rp931,6 juta di tengah kebijakan efisiensi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Soal konsumsi pejabat, misalnya, standar biaya konsumsi itu digunakan untuk rapat koordinasi yang dihadiri menteri, wakil menteri, eselon atau setara pada tahun depan.
Penetapan tersebut tercantum dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 33/2025 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2026.
Direktur Sistem Penganggaran Direktorat Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Lisbon Sirait menjelaskan biaya konsumsi sebesar Rp171.000 itu terdiri dari biaya konsumsi sebesar Rp118.000 dan kudapan (snack) sebesar Rp53.000.
Lisbon menjelaskan penetapan biaya tersebut karena dalam rapat yang dihadiri menteri/wakil menteri/eselon I/setara kemungkin besar ada tamu dari lembaga lain atau bahkan dari luar negeri.
Lagi pula, menurutnya, biasa konsumsi tersebut tidak terlalu besar.
“Kalau Rp118.000 kan untuk makan dikurangi pajak ya, 11%. Jatuhnya itu sekitar Rp87.000 ya. Jadi sebenarnya itu biaya yang sebenarnya tidak terlalu besar ya untuk ukuran di Jakarta ya,” klaimnya dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, dikutip Kamis (5/6).
Lisbon juga menggarisbawahi bahwa biaya konsumsi rapat tersebut bersifat at cost. Dengan demikian, standar biaya yang ditetapkan merupakan harga maksimum yang dapat dibelanjakan.
Artinya, jika ternyata biaya konsumsi yang dibayar lebih rendah dari Rp171.000 maka anggaran yang dikeluarkan pemerintah sesuai biaya yang dibayar.
“Jadi ada selama ini menganggap kalau satuan biaya itu untuk perencanaan aja, nanti bisa dilampaui ya. Nah sekarang kita coba lebih pertegas bahwa itu adalah batas maksimum ya yang boleh dibelanjakan,” ujar Lisbon.
Dia juga mengaku bahwa Kementerian Keuangan juga telah mengatur bahwa rapat yang berlangsung kurang dari 2 jam tidak perlu ada disediakan makan—hanya kudapan—sehingga bisa lebih hemat anggaran.
“Mungkin kami sekarang juga sudah mengatur strategi ya, rapat sebelum jam 12 itu udah selesai gitu ya. Nanti kita biar enggak ditagih makan siang juga gitu. Jadi itu yang kita lakukan,” lanjut Lisbon.
Apa Imbasnya ke Ekonomi?
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty mewanti-wanti agar pemerintah melakukan kajian secara mendalam sebelum memutuskan untuk melanjutkan kebijakan efisiensi anggaran pada tahun depan.
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto resmi melakukan penghematan sejak awal 2025. Belakangan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan efisiensi anggaran itu akan berlanjut pada 2026.
Telisa pun menggarisbawahi pentingnya melihat dampak efisiensi anggaran yang sudah berjalan terlebih dahulu.
Oleh sebab itu, kebijakan penghematan tahun depan bisa lebih tepat sasaran dan tidak sporadis.
“Tanpa perencanaan yang jelas maka efisiensi ini malah akan menurunkan pertumbuhan ekonomi,” ujar Telisa dikutip Kamis (5/6).
Dia mencontohkan belakangan pelaku usaha industri perhotelan banyak mengeluh permintaan dari pemerintah berkurang drastis.
Akibatnya, okupansi anjlok dan meningkatkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri perhotelan.
Oleh sebab itu, jika pemerintah terpaksa ingin mengurangi rapat di hotel maka Telisa menyarankan agar pemerintah menggenjot promosi pariwisata ke wisatawan mancanegara
Menurut mantan asisten Staf Khusus Sekretariat Kabinet Bidang Ekonomi itu, pemerintah bisa melakukan kerja sama dengan pihak swasta dengan mengadakan berbagai acara yang bisa menarik wisatawan mancanegara agar industri perhotelan bisa bangkit kembali.
“Diharapkan wisatawan luar negeri bisa menggantikan turunnya dari permintaan dari pemerintah,” jelas Telisa. (Bis).