Home News INDEF: Kebijakan Pembantu Presiden Tidak Pro Petani

INDEF: Kebijakan Pembantu Presiden Tidak Pro Petani

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Peneliti ekonomi Indef, Achmad Heri Firdaus, mengatakan sejumlah kebijakan pemerintah di bidang pangan dan pertanian tidak membuat petani menjadi sejahtera.

“Pemerintah justru membuat petani menjadi sulit berkembang. Sebab, selain hasil produksi kalah bersaing dengan produk pangan impor, pemerintah mematok harga pangan. Jika ini dibiarkan, petani akan berkurang dan akhirnya habis,” kata dia, Rabu (4/10).

Selain itu, imbuh Heri, pemerintah juga tidak membuat kebijakan yang memberikan kemudahan bagi investasi di sektor pertanian. “Bagaimana bisa investor masuk ke sektor pertanian kalau kondisinya tidak kondusif? Pemerintah seharusnya menyadari bahwa investasi di sektor pertanian itu sangat penting,” jelas dia.

Menurut Heri, indikasi pemerintah tidak fokus pada pembangunan pertanian terlihat dari kebijakan yang dikeluarkan. “Kebijakan yang dikeluarkan para pembantu Presiden itu tidak pro-pertani. Mereka cuma cari gampangnya saja,” ujar dia.

Sejumlah kebijakan yang tidak pro-petani, bahkan mematikan petani antara lain melanggengkan impor pangan yang menyuburkan praktik perburuan rente impor. Selain itu, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang memunculkan kartel, serta dugaan monopoli Perum Bulog di bidang jual-beli gula.

Sebelumnya, sejumlah kalangan juga mempertanyakan nota kesepahaman tentang pendistribusian gula antara Perum Bulog dan distributor gula Indonesia yang kental aroma diskriminasi dan pemaksaan secara halus.

Sebab, implikasi dari poin-poin kesepakatan itu mengisyaratkan bahwa pedagang atau distributor diwajibkan membeli gula dari Bulog, sebagai syarat untuk bisa menjual gula curah di pasaran. Selanjutnya, distributor juga wajib melaporkan realisasi pembelian, penjualan, dan stok yang ada kepada Kementerian Perdagangan.

Ketua Umum Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen, mengungkapkan isi nota kesepahaman itu sama saja membebaskan penjualan gula impor stok Bulog, tapi membatasi perdagangan gula hasil produksi pabrik gula swasta nasional.

“Kenapa gula impor bebas diperdagangkan, sedangkan gula produksi nasional dibatasi perdagangannya. Itu yang terutama kami pertanyakan,” tandas dia.

Soemitro juga menduga terjadi praktik kartel dalam jual beli gula yang dilakukan Bulog. Ini terkait dengan nota kesepahaman Bulog dan distributor mengenai penjualan gula eks impor tersebut.(Koj).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here