Matanurani, Jakarta – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menilai jebloknya kinerja ekspor nasional 2017 jika dibandingkan dengan negara tetangga disebabkan oleh program industrialisasi di beberapa kementerian sama sekali tidak berjalan.
“Industrilisasi yang menjadi tanggung jawab di beberapa kementerian sama sekali tidak berjalan, malah cuma mempersulit investor,” ujar Ketua Umum BPP Hipmi Bahlil Lahadalia di Jakarta, Sabtu (3/2).
Bahlil memberi contoh di sektor perikanan dan kelautan. Sektor ini menjadi tanggung jawab Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Peta jalan industrilisasi perikanan hingga saat ini belum jelas. Bahlil mengatakan, industri perikanan Indonesia semestinya dapat menjadi andalan ekspor nasional.
“Namun saat ini kita sudah tertinggal jauh dari Vietnam. Padahal lautan negara tersebut tak seluas Indonesia. Sepanjang 2017, mampu mengekspor ikan dan olahannya senilai US$ 8,3 miliar sedangkan Indonesia hanya separuhnya,” ujar dia.
Hal serupa terjadi di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Di kementerian ini, aturan setiap bulan berubah, membuat investasi kelistrikan melemah sehingga pasokan listrik industri mengalami defisit.
Bahlil mengatakan, sebenarnya selain industrialisasi dan meningkatkan ekspor barang olahan, pemerintah juga dapat mendorong peningkatan produksi komoditas-komoditas pertanian, perkebunan untuk diekspor.
Namun, peningkatan produksi komoditas-komoditas tersebut mesti dilakukan oleh Kementrian Perindustrian, Kementrian Pertanian, dan Kementerian ESDM.
Bahlil mengingatkan, daya saing industri nasional saat ini sangat lemah. Kondisi itu diperlemah oleh kurang kondusifnya iklim investasi yang disebabkan oleh carut-marut regulasi-regulasi baru ditingkat kementerian maupun di pemerintah daerah.
Padahal, Indonesia telah memiliki momentum untuk meningkatkan investasi langsungnya setelah mencapai status investment grade tahun lalu. ”Menteri-Menteri tidak ikut semangat paket deregulasi Bapak Presiden. Saya juga heran kenapa,” ujar Bahlil. (Lip).