Matanurani, Jakarta – Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pemerintah mengatasi permasalahan legalitas lahan petani sawit rakyat. Hal ini agar petani sawit mendapat kepastian hukum untuk keberlangsungan lahan sawitnya.
Sekretaris Jenderal DPP Apkasindo Rino Afrino mengatakan, persoalan utama sawit rakyat adalah masalah kepastian hukum (legalitas hak) dan hak berusaha memenuhi ekonomi keluarga.
Mereka terancam tidak bisa lagi berusaha atau bekerja karena kebun sawit mereka berada di dalam kawasan hutan. Menurut catatan Apkasindo, perkebunan sawit rakyat yang berada di kawasan hutan seluas 3,2 juta hektare.
Rino menyebut, terdapat sejumlah dampak nyata apabila perkebunan sawit rakyat terindikasi masuk dalam kawasan hutan. Di antaranya petani sawit rakyat terancam tidak bisa mengikuti program peremajaan sawit rakyat (PSR) dan program kegiatan Sarpras yang dicanangkan oleh pemerintah.
Petani sawit rakyat juga terancam tidak bisa mengikuti program ISPO atau Indonesian Sustainable Palm Oil, sebagai syarat masuk ke pasar. Ketahanan program Biodiesel juga terancam terhenti apabila permasalahan tersebut tidak segera diselesaikan.
Rino mengatakan, kondisi eksisting lahan petani calon peserta program peremajaan sawit rakyat (PSR) dan program Sarpras teridentifikasi masuk di dalam kawasan hutan.
Sementara implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja dan aturan terkait lainnya, belum berjalan optimal dalam mengatasi permasalahan lahan petani kelapa sawit. Menurutnya, regulasi perhutanan sosial, kawasan lindung gambut, serta birokrasi panjang menjadi kendala.
“Perlu menjadi perhatian serius dengan membentuk tim gabungan lintas kementerian,” kata Rino dikutip dari Youtube Harian Kompas, Kamis (1/9).
Sementara itu, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian Agraria Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Suyus Windayana mengatakan, pihaknya telah bekerjasama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk mendukung percepatan pendaftaran tanah pekebun peserta program peremajaan sawit rakyat. Kerja sama tersebut dimulai dengan penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) pada tahun 2020.
Dalam nota kesepahaman tersebut, BPDPKS berkewajiban menyampaikan daftar pekebun dan daftar lahan peserta PSR (calon petani dan calon lokasi/CPCL) ke Kementerian ATR/BPN. Nantinya kantor wilayah atau kantor pertanahan ATR/BPN akan menginventarisasi dimana lokasi lahan tersebut berada.
“Bagian dari nota kesepahaman ini adalah proses sertifikasi tanah masyarakat petani sawit,” ujar Suyus.
Lebih lanjut Suyus memaparkan, pada tahun 2021 Kementerian ATR/BPN menargetkan dapat mensertipikatkan 5.560 bidang tanah petani sawit rakyat. Ia mengakui terdapat beberapa data yang membuat pihaknya kesulitan di lapangan.
Ia menyebut, data yang diperoleh lalu dianalisa dengan kawasan hutan atau dengan penetapan lokasi (Penlok) yang ada dalam PTSL. Ternyata, dari 5.560 bidang, hanya sekitar 2.400 bidang yang diketahui koordinatnya dan bisa dicek apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak.
Lalu, dari sekitar 2.400 bidang tersebut, sekitar 400 bidang masuk dalam kawasan hutan. Kemudian sebagian bidang tidak dapat diketahui lokasinya.
“Dari hasil itu kita berhasil mensertipikatkan sebanyak 37% atau sekitar 2.067 sertipikat dari target 5.560,” ucap Suyus. (Ktn).