Home Opini Ingat: Swasembada Pangan, Bukan Swasembada Beras!

Ingat: Swasembada Pangan, Bukan Swasembada Beras!

0
SHARE

Oleh : Ir Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pimpinan Daerah HKTI Jawa Barat

Pidato perdana Presiden Prabowo Subianto seusai mengucapkan sumpah sebagai Presiden NKRI periode 2024-2029 benar-benar membawa angin segar dalam pembangunan di negeri ini. Dengan gaya pidatonya yang khas dan berapi-api, Prabowo tampil penuh pesona dan keyakinan diri yang kuat, menyampaikan beragam tantangan dan ancaman yang perlu dijawab dalam tahun-tahun mendatang.

Dari sekian banyak kebijakan, program, dan kegiatan yang dibawakan dalam Sidang MPR tersebut, upaya mencapai swasembada pangan menjadi titik tekan Presiden Prabowo dalam menjalankan roda pemerintahannya. Prabowo optimis, bersama Kabinet Merah Putih yang dibentuknya, seabrek masalah pembangunan akan dapat ditangani dengan baik.

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan manusia. Dalam Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, jelas tersurat bahwa pangan merupakan urusan wajib dan bukan pilihan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sekitar 72 tahun lalu, Proklamator Bangsa Bung Karno telah menegaskan bahwa urusan pangan terkait mati-hidupnya suatu bangsa.

Itu sebabnya, dengan dibentuknya Kementerian Koordinator Pangan dalam Kabinet Merah Putih, kita berharap agar “simpul koordinasi” pembangunan pangan yang saat ini terkesan tidak optimal dapat berjalan kembali sesuai kebutuhan. Tidak salah jika Menko Pangan mendalami lagi keberadaan Dewan Ketahanan Pangan yang sekitar empat tahun lalu dibubarkan oleh pemerintah.

Lalu, bagaimana nasib dan kehadiran Badan Pangan Nasional yang dilahirkan pemerintah sekitar tiga tahun lalu melalui Peraturan Presiden No. 66/2021? Bagaimana fungsi koordinasi yang diembannya dengan adanya Kementerian Koordinator Pangan? Apakah Badan Pangan Nasional akan “dikembalikan” lagi ke Kementerian Pertanian menjadi Badan Ketahanan Pangan?

Atau ada pilihan lain, di mana Badan Pangan Nasional akan dihijrahkan menjadi Kementerian Koordinator Pangan? Bila hal ini dapat ditempuh, boleh jadi simpul koordinasi pangan akan lebih mudah diwujudkan, mengingat “standing position” Kementerian Koordinator Pangan jelas lebih bergengsi ketimbang Badan Pangan Nasional.

Pemerintahan Prabowo-Gibran tentu telah memiliki langkah jitu untuk segera menyelesaikan “tumpang tindih” fungsi kelembagaan pangan tingkat nasional ini. Harapannya, dengan dibentuknya Kementerian Koordinator Pangan, simpul koordinasi pangan, baik antar Kementerian/Lembaga tingkat nasional maupun antara pusat dan daerah, akan berjalan lebih baik lagi.

Dalam pembangunan pangan, kelihatannya ada empat madhab yang butuh pendalaman khusus, yakni swasembada pangan, ketahanan pangan, kemandirian pangan, dan kedaulatan pangan. Keempat madhab di atas merupakan satu kesatuan pola pikir; antara satu dengan lainnya memiliki hubungan dan keterkaitan yang sangat erat.

Kunci keempat madhab tersebut pada dasarnya berada di swasembada pangan. Artinya, omong kosong kita akan memiliki ketahanan pangan, kemandirian, atau kedaulatan pangan yang kuat jika kita tidak mampu mewujudkan swasembada pangan. Itu sebabnya, sangat masuk akal jika program prioritas Presiden Prabowo diarahkan untuk meraih swasembada pangan.

Jujur kita akui, upaya meraih swasembada pangan bukanlah hal yang mudah untuk ditempuh. Hal ini tentu saja tidak segampang Presiden Prabowo menetapkan Mayor Teddy menjadi Menteri Sekretaris Kabinet. Untuk menggapai swasembada pangan, sangat dibutuhkan kerja nyata dan kerja pikir yang holistik dan komprehensif.

Swasembada pangan, bukan swasembada beras. Untuk meraih swasembada beras dalam suasana kekinian, kita tengah dihadapkan pada segudang masalah yang tidak mudah diselesaikan. Sebut saja soal iklim ekstrem yang melahirkan El Niño dan La Niña. Hingga sekarang pun, kita belum memiliki kiat ampuh untuk menghadapinya.

Atas pandangan demikian, menjadi sangat keliru jika masih ada yang menyimpulkan bahwa swasembada pangan tercapai hanya jika kita sudah mampu mewujudkan swasembada beras. Fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, bangsa kita masih belum mampu mencapai swasembada pangan. Untuk meraih swasembada pangan, kita perlu meraih swasembada komoditas pangan lainnya.

Secara utuh, swasembada pangan tercapai jika kita mampu mencapai swasembada beras, swasembada jagung, swasembada kedelai, swasembada daging sapi, swasembada gula, swasembada bawang putih, dan swasembada komoditas pangan lainnya. Perjumlahan dari swasembada bahan pangan itulah yang disebut swasembada pangan.

Sayangnya, untuk pencapaian swasembada beras pun kini kita menghadapi banyak rintangan dan tantangan, khususnya berkaitan dengan sergapan iklim ekstrem. Sebelum bicara panjang lebar tentang pencapaian swasembada pangan, ada baiknya kita selesaikan dahulu pokok soal swasembada beras. Selain itu, luas panen pun mengalami penyusutan dengan angka yang cukup signifikan.

Luas panen padi pada 2024 diperkirakan sekitar 10,05 juta hektare, mengalami penurunan sebanyak 167,25 ribu hektare atau 1,64 persen dibandingkan luas panen padi di 2023 yang sebesar 10,21 juta hektare. Di sisi lain, produksi padi pada 2024 diperkirakan sebesar 52,66 juta ton GKG, mengalami penurunan sebanyak 1,32 juta ton GKG atau 2,45 persen dibandingkan produksi padi di 2023 yang sebesar 53,98 juta ton GKG.

Selanjutnya, jika dikonversikan kepada beras, produksi beras pada 2024 untuk konsumsi pangan penduduk diperkirakan sekitar 30,34 juta ton, mengalami penurunan sebanyak 757,13 ribu ton atau 2,43 persen dibandingkan produksi beras di 2023 yang sebesar 31,10 juta ton. Memilukan sekali! Ada apa sebenarnya dengan dunia perberasan nasional?

Akhirnya, penting disampaikan bahwa mencermati suasana yang ada, swasembada pangan yang dibawakan pemerintah lebih pas disebut sebagai “bahasa politik” ketimbang “bahasa realitas”. Atau bisa juga disebut sebagai kemauan politik Pemerintahan Prabowo-Gibran dalam menjalankan roda pemerintahannya yang perlu didukung oleh tindakan politik di lapangan.

Semoga hasrat untuk menggapai swasembada pangan dalam lima tahun ke depan benar-benar dijadikan titik kuat pemerintah dalam mewujudkan kebijakan, program, dan kegiatan ke arah yang lebih nyata lagi. Stop keinginan untuk mengecat langit. Segera garap program dan kegiatan yang benar-benar menyentuh bumi.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here