Matanurani, Jakarta – Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) dan Institut Pertanian Bogor (IPB) meminta pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah. Demi kesejahteraan petani.
Guru Besar IPB, Dwi Andreas Santosa mengatakan, kenaikan HPP 12%, saat ini, tidak sebanding dengan inflasi 28% yang terjadi pada 2017. Selain itu, panen raya yang belum serentak membuat produksi beras nasional menurun. Dalam diskusi ini, mereka mendesak HPP dinaikkan menjadi Rp 4.300 per kilogram. “HPP yang saat ini sudah tidak masuk akal. Bagi kami itu menciderai petani,” kata Dwi, Jakarta, Selasa (27/2).
Meski panen raya, saat ini belum maksimal, diharapkan dengan kenaikan HPP bisa memicu petani untuk meningkatkan produksinya. Menurutnya, HPP bisa melindungi petani dari kerugian yang lebih parah.
Dwi melanjutkan, tujuan pemerintah menerapkan HPP adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Namun pada kenyataannya, pembelian gabah petani, masih mengacu pada HPP Rp3.700 per kilogram. “Bulog bisa bergerak lebih baik bila dilengkapi dengan instrumen HPP yang rasional,” kata Dwi.
Bulog dianggap kurang optimal menyerap gabah dari para petani selama 2017. Karena harga jual gabah di atas HPP. Menurut hasil kajiannya di 26 daerah, biaya produksi pertanian padi hingga Januari 2018 mencapai Rp 4.200 per kilogram. “Karena itu yang kami usulkan HPP minimal di Rp 4.300 per kilogram gabah kering panen,” kata Dwi.
Wakil Ketua Umum Perhepi, Bustanul Arifin berpandangan, HPP gabah Rp3.700 masih terlalu rendah bagi petani. Nilai HPP yang ditetapkan dalam Instruksi Presiden nomor 5/2015 itu diakui harusnya sudah direvisi mengikuti perkembangan nilai inflasi dan sebagainya.
Selain itu, ia juga masih menyoroti pendataan hasil produksi pertanian yang belum jelas dari sejumlah instansi pemerintah terkait. Bustanul memperkirakan data pertanian dan pangan nasional baru akan diumumkan pemerintah pada Agustus 2018. “Data baru sudah pasti lebih rendah dari sekarang. Tapi berapa rendahnya menurut saya tidak terlalu penting. Apa yang akan dipersiapkan oleh pemerintah, itu yang lebih penting dari pada yang kami bahas substansinya,” kata Bustanul.
Dia mengharapkan pemerintah menerima data yang akan dikeluarkan Badan Pusat Statistik itu. Sejumlah Sub Divre Bulog di daerah terpantau mengalami kesulitan menyerap gabah petani. Hal ini dikarenakan tingginya harga jual gabah dan panen raya yang belum serentak.
Seperti di Sub Divre Bulog Pati dan di Sub Divre Bulog Kerawang. Kedua sentra produksi beras itu hingga saat ini belum melakukan penyerapan gabah. Di Pati harga jual gabah mencapai Rp 4.600, sedangkan Karawang mencapai Rp 5.500 per kilogram. (Ini).