Matanurani, Jakarta — Setelah lebih dari 30 figur calon menteri kabinet Joko Widodo-Ma’ruf Amin secara bergantian datang ke Istana Kepresidenan, Jakarta pada 21-22 Oktober 2019, akhirnya susunan kabinet 2019-2024 pun diumumkan.
Kini, masyarakat tak lagi menduga-duga siapa yang masuk dalam kabinet bertajuk Kabinet Indonesia Maju. Namun, tentu masyarakat ingin tahu apa saja program kerja para menteri baru ini, termasuk di bidang ekonomi.
Masa-masa penyusunan calon anggota kabinet memang merupakan tahap yang krusial. Sebab, tim kerja yang andal dalam bidang ekonomi menjadi kunci penting untuk mewujudkan visi ekonomi yang telah disampaikan Jokowi dalam pidato pelantikannya, Minggu (20/10).
Pidato Jokowi memang lebih banyak menekankan soal visi ekonomi. Dia menargetkan pada 2045, Indonesia telah menjadi negara maju, masuk dalam jajaran 5 besar ekonomi dunia.
Indonesia juga diharapkan mampu keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah dengan pendapatan per kapita Rp320 juta per tahun atau Rp27 juta per bulan.
Dari 34 orang yang datang ke Istana selama dua hari itu, dan akhirnya ditunjuk sebagai menteri, ada beberapa nama lama dan nama baru yang menarik perhatian.
Salah satu wajah lama yang muncul adalah Sri Mulyani Indrawati. Keputusan Jokowi untuk mempertahankannya sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) dinilai sudah tepat untuk melanjutkan pekerjaan rumah yang belum selesai pada masa pemerintahan Jokowi 2014-2019.
Beberapa hal yang disebut harus diselesaikan oleh Sri Mulyani adalah bagaimana mendorong manajemen fiskal yang mampu menjadi stimulus bagi eskalasi kegiatan ekonomi, bukan sekadar menjaga stabilitas dan menaikkan transparansi budget.
“Ini masalah besar selama ini, bagaimana anggaran yang didistribusikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu tidak hanya dapat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Tetapi, yang paling esensial bagaimana peran belanja pemerintah baik APBN maupun APBD bisa efektif pada percepatan kinerja ekonomi,” papar ekonom senior Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi VISI bertajuk Mencermati Kabinet Jokowi Jilid II di Jakarta, Selasa (22/10).
Selain Sri Mulyani, nama lama yang juga muncul kembali antara lain Airlangga Hartarto, Basuki Hadimuljono, dan Siti Nurbaya Bakar.
Seperti halnya Sri Mulyani, Basuki dan Siti Nurbaya kembali ke pos lama masing-masing, yakni sebagai Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
Sementara itu, Airlangga digadang-gadang menjadi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian–di mana prediksi tersebut ternyata benar adanya. Dia diharapkan mampu mencari solusi bagi faktor penghambat industrialisasi yang terjadi ketika dia menjabat sebagai Menteri Perindustrian, seperti dari sisi energi, perdagangan, maupun infrastruktur.
Adapun nama baru yang muncul di antaranya pengusaha Erick Thohir. Enny memandang Erick adalah figur yang tepat untuk mengisi jabatan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“Kalau diminta rekomendasi, salah satu yang kami rekomendasikan tepat untuk Pak Erick yakni memperbaiki tata kelola BUMN ke depan,” ucapnya.
Kementerian BUMN punya fungsi yang strategis mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga perlu diisi oleh calon menteri yang kompeten serta punya pengalaman teruji, baik dari sisi teknis, manajerial, maupun komunikasi.
Pos Kementerian BUMN dinilai masih perlu banyak pembenahan, terutama terkait sistem pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) unggulan di sektor-sektor strategis.
Menurut Enny, perlu ada tata kelola BUMN yang profesional terkait menempatkan SDM khususnya yang menduduki jabatan direktur dan komisaris di tiap badan usaha. Selama ini penentuannya berdasarkan kepentingan atau intervensi politik.
Salah satu model Erick untuk mengoordinasikan BUMN yakni kiprahnya mendirikan jaringan Mahaka Group yang bergerak di bidang media, telekomunikasi, rumah produksi, dan olahraga.
Selain itu, pengusaha nasional itu juga berpengalaan sebagai ketua pelaksana Asian Games 2018, sebuah kombinasi pengelolaan sumber pembiayaan dari APBN dengan banyak vendor dari swasta.
Pengalaman Erick sebagai Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 juga dianggap membuktikan kepiawaiannya mengakomodasi berbagai kepentingan politik tanpa menimbulkan kegaduhan.
Ada pula Wishnutama, yang didapuk menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menggantikan Arief Yahya. Hal itu tersirat dari pernyatakan Tama – sapaan akrabnya, terkait topik diskusi dengan Jokowi yang membahas tentang peningkatan kreativitas, pembuatan event yang menarik dunia internasional, serta upaya menggenjot devisa.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan masuknya pemimpin muda seperti Nadiem Makarim dan Erick dalam jajaran kabinet akan membawa terobosan-terobosan dalam bidang ekonomi.
“Secara khusus Nadiem dan Erick Thohir walaupun masih muda sudah punya prestasi melakukan terobosan. Gojek adalah wujud terobosan itu, sedangkan Erick Thohir ekspansi bisnisnya serta penyelenggaraan Asian Games adalah bukti kemampuan terobosannya. Kalau mereka tidak pantas, lalu siapa yang pantas?” ucapnya.
Seperti diketahui, Nadiem ditunjuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Tantangan Ekonomi
Enny melanjutkan ada banyak hal lain yang juga harus diselesaikan oleh menteri-menteri ekonomi di Kabinet Indonesia Maju.
Realisasi investasi yang tak sesuai harapan adalah satu di antaranya. Pembukaan investasi yang seluas-luasnya untuk mendorong penciptaan lapangan kerja menjadi target yang harus diwujudkan lewat cara kerja cepat dan produktif.
Setiap menteri di bidang ekonomi harus memiliki terobosan dan transformasi yang meningkatkan peran kementeriannya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan, menteri-menteri non ekonomi patut ikut mendukung menciptakan iklim yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi seperti yang ada dalam visi Jokowi.
“Potensi kita untuk keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah, sangat besar. Saat ini, kita sedang di puncak bonus demografi, di mana penduduk usia produktif jauh lebih besar dibandingkan yang tidak produktif. Ini tantangan besar sekaligus sebuah kesempatan besar jika kita mampu menciptakan SDM unggul dengan didukung ekosistem politik dan ekonomi yang kondusif,” papar Jokowi dalam pidato pelantikannya.
Namun, ada satu tantangan perekonomian yang belum disoroti Jokowi yakni tren pelemahan ekonomi global yang telah ada 5 tahun lalu dan makin tereskalasi dalam 3 tahun terakhir.
Menurut Enny, hal ini akan membuat tantangan menjadi makin sulit karena pekerjaan rumah yang belum diselesaikan pada masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
“Tantangannya multidimensional, tidak hanya eksternal tapi juga ada banyak pekerjaan rumah yang seharusnya diselesaikan 5 tahun kemarin tapi justru malah bertambah, bukannya makin berkurang. Sehingga, ketika dihadapkan dengan kondisi eksternal yang makin kompleks, bebannya jadi double,” terangnya.
Pekerjaan rumah yang belum selesai itu, sambung Enny, yakni penguatan SDM secara jangka panjang, yakni dengan pembenahan di sisi pendidikan, kebudayaan, serta aspek kesehatan.
Dia menyoroti masalah stunting yang menjadi salah satu faktor yang menghambat terbentuknya SDM berkualitas sehingga mempengaruhi indeks daya saing global Indonesia.
Transformasi ekonomi akan bisa dipenuhi jika Indonesia secara kontinyu mampu menghasilkan SDM berkualitas. Pada 5 tahun pemerintahan Jokowi yang lalu, komitmen dan program pengembangan SDM lebih bersifat jangka pendek yaitu lewat pendidikan vokasional.
“Ini memang tidak salah, tapi program vokasi ini hanya shortcut untuk masalah jangka pendek yakni kebutuhan para investor. Kita perlu pengembangan SDM berkualitas tinggi yang berkarakter unggul serta sehat fisik dan rohaninya. Dalam Global Competitiveness Index 2019, ranking kita masih rendah sekali dalam sektor kesehatan SDM yakni di level 95, karena angka stunting tinggi,” jelas Enny.
Reformasi birokrasi juga masih tak kunjung selesai pada hampir semua rezim. Saat ini, Jokowi mewacanakan pemangkasan eselon menjadi hanya dua level dan diganti dengan pejabat profesional.
Rencana ini mendapat dukungan dari para ekonom sebab level prosedur birokrasi dinilai terlalu panjang. Meski begitu, rencana tersebut dinilai perlu dipertajam dan dilakukan secara cermat.
Kepastian Hukum dan Demokrasi
Problematika lain yang menjadi tantangan perekonomian di Indonesia yakni terkait kepastian hukum. Dalam berbagai macam survei dan rating yang dirilis lembaga internasional, seperti Global Competitiveness Index, urutan pertama adalah soal kepastian hukum.
Hal ini berkaitan dengan berbagai macam regulasi serta transparansi dalam penegakan hukum, efektivitas kinerja kelembagaan, serta praktik penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik senior dari Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyebutkan kondisi demokrasi di Indonesia saat ini berada di ujung tanduk.
Mengutip hasil survey Freedom House pada 2018, dia mengungkapkan sejak 2016, kondisi demokrasi di Indonesia stagnan dalam kategori half free, di bawah Timor Leste.
Freedom House adalah sebuah organisasi independen berpusat di AS yang berdedikasi untuk perluasan kebebasan dan demokrasi.
Dalam keterangan di situsnya, Freedom House menyebutkan Indonesia masih menghadapi tantangan terkait korupsi yang sistemik, diskriminasi dan kekerasan terhadap kelompok minoritas, ketegangan separatis di wilayah Papua, hingga penggunaan politis atas UU pencemaran nama baik dan penistaan.
“Kondisi ini sudah berlangsung selama 5 tahun, padahal sebelumnya itu full free. Survey yang dilakukan The Economist bahkan lebih buruk lagi, bahwa demokrasi itu termasuk dalam kategori cacat (flawed democracy) akibat meningkatnya intoleransi, diskriminasi, dan pembatasan kebebasan sipil. Saya tidak tahu apakah Pak Jokowi menyadari masalah ini, saya khawatir beliau tidak menyadari sehingga tidak disinggung sama sekali,” papar Syamsuddin.(Bis).