Home Ekonomi Klaim Sri Mulyani-Airlangga Kenaikan PPN Sesuai UU HPP, Pengamat : Omong Kosong!

Klaim Sri Mulyani-Airlangga Kenaikan PPN Sesuai UU HPP, Pengamat : Omong Kosong!

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Pengamat ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai tidak benar pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengenai kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Klaim Sri Mulyani dan Airlangga kenaikan tarif PPN untuk mematuhi UU HPP hanya omong kosong belaka,” kata Nailul dikutip di Jakarta, Selasa (17/12).

Nailul mengatakan kenaikan tarif PPN tersebut ke beberapa barang akan melanggar undang-undang karena kebijakan multitarif. “Jika kenaikan dibatalkan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah, tidak ada peraturan yang dilanggar,” ujarnya.

Terkait paket kebijakan ekonomi dan tarif PPN tersebut, Nailul menyampaikan empat poin penting, yaitu pertama tarif PPN yang naik sebesar 12 persen diterapkan untuk barang mewah, merupakan kebijakan yang tidak ada cantolan hukumnya.

“Karena dalam UU HPP maupun UU PPN yang lama, sistem tarif PPN kita adalah single tarif, bukan multitarif. Kebijakan untuk menaikkan tarif untuk beberapa barang mewah bisa diperluas sesuai definisi yang dikeluarkan oleh pemerintah kelak. Jika ingin menerapkan pajak untuk barang mewah, kenapa tidak melalui PPnBM,” kata Nailul menjelaskan.

Kedua, ujar dia, dampak kenaikan tarif PPN terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga negatif. Ketika tarif PPN di angka 10 persen, pertumbuhan konsumsi rumah tangga berada di angka 5 persenan. “Setelah tarif meningkat menjadi 11 persen terjadi perlambatan dari 4,9 persen (2022) menjadi 4,8 persen (2023). Diprediksi tahun 2024 semakin melambat,” ungkap Nailul.

Kemudian ketiga, kata Nailul, stimulus yang diberikan juga sebenarnya melanjutkan saja dengan yang sudah pernah diberikan. Beberapa menghasilkan dampak kepada perekonomian, namun tidak memmpunyai multiplier effect kepada penyerapan tenaga kerja formal. Seperti contohnya insentif pembelian rumah yang hanya memberikan dampak ke PDB, namun kecil kepada pekerjaan sektor formal.

Berikutnya yang keempat, insentif yang diberikan ke golongan kaya dengan insentif otomotif, yaitu EV dan Hybrid serta properti dengan harga maksimal Rp5 miliar justru dirasa hanya dinikmati oleh para orang kaya. “Siapa yang mampu membeli properti hingga Rp5 miliar jika tidak orang kaya,” ujar Nailul menekankan.

Menkeu Sri Mulyani dan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024), mengumumkan tarif PPN tetap naik mulai 1 Januari 2025 sesuai dengan UU HPP.

“Sesuai amanat UU HPP, ini sesuai jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan naik menjadi 12 persen per Januari,” kata Airlangga didampingi Sri Mulyani dan sejumlah menteri lainnya dalam konferensi pers.

Sri Mulyani mengatakan keputusan untuk menaikkan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 sudah dipertimbangkan secara bertahap dan matang. Ia menyebutkan UU HPP yang disahkan pada 29 September 2021, tidak hanya mengatur peraturan perpajakan, tetapi juga mencakup kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Salah satunya adalah melalui penyesuaian tarif PPN secara bertahap. (Ini).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here