Matanurani, Jakarta – Kelangkaan garam di dalam negeri menjadi alasan pemerintah untuk kembali mengeluarkan izin impor garam konsumsi. Berdasarkan hasil keputusan lintas kementerian, Jumat (28/7) lalu, pemerintah akan mengimpor 75.000 ton bahan baku garam asal Australia untuk diolah di dalam negeri menjadi garam konsumsi.
Menanggapi hal ini mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) era SBY, Sjarif Tjitjip Soetardjo mengatakan impor garam tersebut harus dilakukan, tapi tetap memperhatikan harga garam petani lokal agar tak anjlok.
“Ya kalau kurang harus impor, mestinya kekurangan itu harus dijaga selama ini,” kata Sjarif di Jakarta, Senin (31/7).
“Ya tentu (turunkan harga garam lokal) ini kan suplai dan deman, kalau suplainya banyak pasti harga turun, kalau impor harganya mungkin lebih murah dan kwalitas bagus, kan harga petani kalah,” tambahnya.
KKP mencatat, produksi garam rakyat dan PT Garam bulan Mei sampai Juli 201 hanya 6.200 ton, jauh di bawah angka normal.
Agar masalah kelangkaan garam tak berlarut-larut, pemerintah menugaskan PT Garam mengimpor 75.000 ton garam yang memiliki kadar NaCL paling sedikit 97%. Garam ini dipasok dari Australia. Negeri Kangguru itu dipilih karena lokasinya yang dekat denga Indonesia, sehingga garam bisa sampai dalam waktu singkat.
Garam impor akan masuk pada 10 Agustus 2017 melalui 3 pelabuhan, yaitu Pelabuhan Ciwandan, Tanjung Perak, dan Belawan. Selanjutnya dijual ke Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang memproduksi garam konsumsi dengan kapasitas produksi 5 ton per minggu.
“Saya dulu ada patokan ada pembelian harga, saya menetapkan harga cocok yang cocok untuk kepentingan petani. Sekarang penetapan gak bisa dilakukan, karena market yang menentukan, tetapi kita bisa menghitung kembali, harga ritel dan produsen terlalu jauh, kita bisa menyesuaikan,” ujarnya. (Ini).