Matanurani, Jakarta – Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada Selasa (9/6) terkoreksi setelah Bank Dunia (World Bank) meramal Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mengalami stagnasi karena dampak pandemi virus corona.
Bank Dunia juga memproyeksi bahwa ekonomi dunia masuk resesi di 2020 ini. Kegiatan ekonomi internasional akan menyusut 5,2% tahun ini atau merupakan resesi terdalam sejak Perang Dunia II.
Data Refinitiv menunjukkan koreksi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 9,80 basis poin (bps) menjadi 7,207%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
Koreksi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) mengalami penguatan. Indeks tersebut naik 0,12 poin atau 0,04% menjadi 275,73 dari posisi kemarin 275,62.
Pelemahan di pasar surat utang hari ini tidak senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada hari Selasa ini (9/6), rupiah menguat 0,07% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 13.840/US$ di pasar spot.
Obligasi RI Menjadi Yang Terburuk
Koreksi harga SUN tidak senada dengan penguatan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, kendati bervariatif. Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN tenor 10 tahun menjadi yang terburuk.
Dari pasar surat utang negara maju dan berkembang terpantau menguat, yang kesemuanya hampir mencatatkan penurunan tingkat yield, kendati bervariatif. Surat utang negara yang paling menguat yaitu Thailand, yang mengalami penurunan tingkat yield sebesar 13,00 basis poin (bps).
Hal tersebut mencerminkan investor global sedikit menjauh atau membuang aset pendapatan tetap (fixed income) Tanah Air dan masuk ke obligasi negara lainnya.(Cnb).