Matanurani, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi digital Indonesia yang terbilang paling pesat di Asia Tenggara masih memiliki sejumlah kendala untuk bisa terus berkembang.
Hal tersebut tercatat dalam laporan terbaru Bank Dunia berjudul “Beyond Unicorns 2021: Harnessing Digital Technologies for Inclusion in Indonesia”, yang diposting laman worldbank.org, Kamis (29/7).
Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen menerangkan, pihaknya mencatat beberapa kendala di balik capaian transformasi digital Indonesia.
Dalam laporannya, kesenjangan konektivitas masih menjadi kendala besar di Indonesia. Karena, hampir setengah dari populasi warga belum memiliki akses, terutama jika melihat persentase akses internet daerah perkotaan dan pedesaan.
Bank Dunia mencatat, warga negara Indonesia di daerah perkotaan yang terkoneksi dengan internet mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang sebesar 20 persen menjadi 62 persen pada tahun 2019.
Sementara di daerah pedesaan, warga yang terkoneksi dengan internet baru mencapai 36 persen pada tahun 2019, atau meningkat jika dibanding tahun 2011 yang baru menyentuh angka 6 persen.
Akan tetapi dari perbandingan perkembangan konektivitas internet di perkotaan dan di desa tersebut, Bank Dunia menyatakan, warga negara Indonesia yang berada pada 10 persen distribusi pendapatan tertinggi memiliki kemungkinan mendapatkan konektivitas lima kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berada pada 10 persen distribusi pendapatan terendah.
“Mengatasi masalah kesenjangan digital membutuhkan lebih dari sekedar upaya untuk mengurangi kesenjangan konektivitas,” kata Satu Kahkonen, Kamis (29/7).
Selain itu, Bank Dunia juga melaporkan proporsi penduduk dewasa Indonesia yang memiliki akses internet mengalami peningkatan dari 13 persen pada tahun 2011 menjadi 51 persen pada tahun 2019. Penduduk Indonesia yang terkoneksi dengan internet termasuk yang paling aktif di dunia, dengan menghabiskan rata-rata enam jam waktu online setiap hari.
“Di samping itu, sebagian besar dari segmen populasi tersebut siap untuk melakukan interaksi digital dengan pemerintah secara lebih intensif,” bunyi laporan Bank Dunia.
Akan tetapi, Bank Dunia melihat adanya permasalahan utama yang akan dihadapkan pemerintah dalam melakukan transformasi digital. Yaitu, fragmentasi data serta potensi terbangunnya suatu kerangka identitas digital (digital ID) yang belum dimanfaatkan pada sistem identitas yang ada saat ini.
Kerangka identitas digital yang dimaksud Bank Dunia adalah sistem keamanan digital Indonesia terhadap perlindungan data pribadi penduduk, yang harus direalisasi secara maksimal.
“Sehingga pada dasarnya, digital ID pada tataran nasional memungkinkan warga negara Indonesia menunjukkan identitasnya dengan aman secara online, termasuk di dalamnya undang-undang perlindungan data pribadi yang didukung oleh suatu lembaga pengawasan yang independen,” bunyi laporan Bank Dunia.
Di samping itu, Satu Kahkonen juga meminta pemerintah Indonesia untuk membantu warganya dalam mengembangkan keterampilan, guna memaksimalkan peluang-peluang ekonomi digital, terutama demi pekerjaan yang lebih baik.
“Pada saat yang sama, juga penting bagi pemerintah untuk mengatasi berbagai kendala terkait peraturan serta lingkungan bisnis agar semakin memberdayakan dunia usaha untuk berinovasi dan berkompetisi secara efektif,” tandasnya. (Rmo).