Oleh: Benny Pasaribu, PhD.
SELAMAT HUT HKTI ke 48. Segudang pengalaman dan suka duka selama ikut mengurus HKTI sejak tahun 1981 hingga saat ini HKTI bisa tetap berdiri tegak lurus dan konsisten membela kepentingan petani dan pertanian.
Diawali dgn kesepakatan diantara pimpinan Ormas dan Lembaga non pemerintah bidang Tani dan Pertanian untuk meleburkan diri ke dalam suatu Himpunan KERUKUNAN pada tahun 1973, yang disebut HKTI.
Sebagai Himpunan Kerukunan sejatinya tidak terjadi perpecahan. Tapi untuk pada saat tahun 2010 di Bali terjadilah untuk pertama kali kisruh dalam Munas sehingga kemudian muncul istilah HKTI Prabowo dan HKTI OSO.
Pada saat Prabowo Ketum HKTI 2004-2010, saya menjabat Waketum/ Ketua Harian, yang sehari-harinya memimpin rapat-rapat dan melantik kepengurusan daerah, dengan akal sehat, bersama Dr. Siswono (Ketua BPO) memutuskan untuk mengadakan Munas yang sesuai AD/ART. Lalu dari calon-calon Ketum yang hadir, Munas memilih OSO sebagai Ketum periode 2010-2015 dan saya menjadi Sekjen.
Kemudian Munas selanjutnya tahun 2015, dihadiri oleh Presiden Jokowi, berhasil memilih Mahyudin sebagai Ketum periode 2015-2020. Sedangkan OSO terpilih menjadi Ketua BPO dan saya sebagai Sekretaris BPO.
Tapi karena kesibukannya sebagai Wakil Ketua MPR RI kemudian Mahyudin menyerahkan jabatannya kepadaJenderal Moeldoko pada tahun 2016/7 – 2020. Sekjen juga berganti dari Irjen Pol Erwin Tobing kepada Mayjen TNI Bambang Budi Waluyo.
Kemudian, Munas tahun 2020, kembali Jenderal Moeldoko terpilih menjadi Ketum periode 2020-2025 dengan Sekjen Mayjen Bambang B Waluyo. Sedangkan OSO terpilih menjadi Ketua BPO dan saya kembali menjadi Sekretaris BPO.
Banyak kemajuan yang telah berhasil dilakukan oleh Pengurus HKTI di bawah pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, terutama dapat dilihat di sejumlah daerah. Koordinasi kebijakan dengan pengambil kebijakan terasa makin dekat, seperti dengan Menteri Pertanian, termasuk dengan BUMN Pupuk dan Perbankan.
Namun kita masih belum bisa bangga karena perjuangan mencapai kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani masih jauh dari harapan kita.
Peningkatan NTP (Nilai Tukar Petani) terjadi karena kontribusi perkebunan sawit, dan sebagainya, sedangkan petani pangan, khususnya padi, justru mengalami anjlok hingga 8% pada tahun 2020/2021. Akhir-akhir ini, rencana Menteri
Perdagangan untuk melakukan impor beras 1 juta ton telah menimbulkan keresahan karena harga jual gabah di tingkat petani anjlok.
Ke depan, HKTI perlu mempererat hubungan sebagai mitra strategis dengan pemerintah sehingga dalam setiap perubahan kebijakan, pemerintah perlu terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari HKTI. Pemerintah perlu mengajak HKTI dalam proses perencanaan kebijakan hingga eksekusi dan pengawasannya di lapangan untuk memastikan kebijakan tersebut benar benar pro petani dan pertanian. Hal inilah tantangan paling besar bagi pengurus HKTI ke depan, baik di Pusat maupun di Daerah (Provinsi dan Kab/Kota).
Sekali lagi DIRGAHAYU ke 48 HKTI. Selamat dan sukses kepada DPP dan seluruh pengurus DPD dan DPC di seluruh Indonesia.
Salam sehat,
Benny Pasaribu, PhD.
(Sekretaris BPO HKTI).