Matanurani, Jakarta – Indonesia termasuk dalam kelompok negara yang memiliki undang-undang yang menjaga disiplin anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dan konsisten menjalankannya. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan disiplin fiskal pemerintah ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap besaran defisit dan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB).
Menurut Sri Mulyani, pengelolaan APBN yang hati-hati dan baik menghasilkan perbaikan dalam bentuk menurunnya imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) berjangka 10 tahun dari 7,93% pada 2016 menjadi 6,63% pada pertengahan Maret 2018. Namun, Sri Mulyani mengatakan disiplin fiskal bukan berarti alergi terhadap utang.
“Disiplin fiskal tidak berarti kita menjadi ketakutan dan panik atau alergi terhadap instrumen utang. Kita harus tetap menjaga instrumen tersebut sebagai salah satu pilihan kebijakan dalam mencapai tujuan pembangunan,” kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu, (24/3).
Dia menjelaskan, utang bukanlah satu-satunya instrumen kebijakan. Ada instrumen lain yang sangat penting seperti pajak dan cukai serta penerimaan bukan pajak, instrumen belanja dan alokasinya.
Kemudian ada kebijakan perdagangan dan investasi, kebijakan ketenagakerjaan, kebijakan pendidikan dan kesehatan, serta kebijakan desentralisasi dan transfer ke daerah.
“Semua instrumen kebijakan tersebut sama pentingnya dalam pencapaian tujuan pembangunan, memengaruhi kesejahteraan masyarakat dan menciptakan keadilan,” imbuh dia.
Mantan Direktur Bank Dunia ini menyebutkan seluruh kebijakan juga harus sama-sama bekerja efektif dan keras agar tujuan nasional tercapai. Saat ini pemerintah telah melakukan reformasi perpajakan secara serius, karena pemerintah sadar bahwa pajak merupakan tulang punggung negara.
Untuk itu, pemerintah juga serius memperbaiki iklim investasi, agar investasi dan daya kompetisi ekonomi dan ekspor Indonesia meningkat yang diharapkan bisa menghasilkan kemudahan investasi dan menjadi tempat investasi paling menarik di Indonesia. (Det).