Home Nasional Pimpinan Komisi VIII: Raperda Kota Religius Depok Tak Boleh Diskriminatif

Pimpinan Komisi VIII: Raperda Kota Religius Depok Tak Boleh Diskriminatif

0
SHARE

Matanurani, Jakarta – Badan Musyawarah DPRD Kota Depok menolak Raperda Penyelenggaraan Kota Religius (PKR) yang diusulkan oleh Wali Kota KH Mohammad Idris karena dinilai terlalu mengurusi urusan pribadi. Komisi VIII DPR RI yang membidangi agama menegaskan prinsip dasar penyusuran peraturan tidak boleh diskriminatif.

“Soal Raperda yang dinilai terlalu mengurus pribadi, seharusnya prinsip dasar dalam penyusunan peraturan itu sifatnya tidak boleh diskriminatif dan berlaku hanya pada kelompok tertentu saja,” kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Senin (20/5).

Menurut Ace, dalam penyusunan peraturan seharusnya mengedepankan aspek kepentingan umum daripada pribadi. Bidang agama, menurutnya, seharusnya menjadi ranah pemerintah pusat.

“Dalam penyusunan suatu peraturan, kita seharusnya mengedepankan aspek kemaslahatan umum daripada hal-hal yang bersifat pribadi. Apalagi bidang agama, seharusnya menjadi ranah pemerintah pusat sebagaimana yang diatur dalam konstitusi kita,” jelasnya.

Politikus Golkar itu menyebut DPRD memiliki kewenangan untuk menolak atau mengesahkan suatu peraturan daerah atau Perda. Dijelaskan Ace, Perda merupakan produk hukum yang seharusnya mengikuti payung hukum di atasnya, yaitu UU dan konstitusi.

“Dalam konteks penyusunan Raperda, Pemerintah Daerah dan DPRD harus mengikuti UU Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 11 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dan peraturan perundang-undangan lainnya,” ucap Ace.

Sebelumnya, Badan Musyawarah DPRD Kota Depok menolak Raperda Penyelenggaraan Kota Religius yang diusulkan oleh Wali Kota Mohammad Idris. Ada beberapa alasan mengapa Bamus menolak usulan tersebut, salah satunya karena Raperda tersebut dianggap terlalu mengurusi urusan pribadi seseorang.

“Pada Intinya Perda PKR ini ingin mengatur bagaimana warga Kota Depok menjalankan agama dan kepercayaannya, termasuk cara berpakaian,” kata Ketua DPRD Kota Depok Hendrik Tangke, Minggu (19/5).

Hendrik mengatakan, usulan tersebut telah ditolak oleh Bamus DPRD Kota Depok untuk masuk ke dalam daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dengan demikian, segala jenis pembahasan mengenai Raperda ini tidak lagi dimungkinkan untuk dilakukan di setiap alat kelengkapan dewan.

“Beberapa alasan yang diajukan oleh PDI Perjuangan adalah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah tidak mendelegasikan urusan agama untuk diatur oleh Pemerintah Daerah. Urusan agama adalah kewenangan absolut pemerintah pusat,” jelas kader PDI Perjuangan ini.

“Religiositas adalah hal yang bersifat sangat pribadi (privat), berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan. Dengan demikian bukan kewenangan kota untuk mengatur kadar religiusitas warganya,” tambahnya. (Det).

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here