Matanurani, Jakarta – Pandemi virus Corona atau COVID-19 telah menimbulkan dampak yang cukup tinggi terhadap perekonomian. Khususnya bagi sektor industri olahan, pariwisata, dan transportasi.
“Namun yang masih tumbuh sektor pertanian, telekomunikasi, dan kesehatan. Dampaknya ke tingkat pengangguran nasional pada Agustus 2020 atau 7,07 % ekuivalen sebesar 9,8 juta atau naik 2,06 % dari Februari 2019. Tingkat penyebarannya ada DKI, Banten, Jawa Barat, Kepulauan Riau dengan penyebaran tertinggi diatas 10%,” kata Prof. Dr. Mudrajad Kuncoro, Guru Besar Ilmu Ekonomi Pembangunan UGM yang juga Rektor Universitas Trilogi dalam diskusi virtual kerjasama Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Universitas Trilogi (HIMEPA) di Jakarta, Kamis (4/2).
Menurut Mudrajad Industri sendiri masih menghadapi kendala karena ketergantungan impor bahan baku 73,75 % ,barang modal 16,64 % dari seluruh impor produk. Sehingga daya saing yang telah membaik pada tahun 2015 di angka 34 tahun 2019 merosot ke peringkat 50.
“Oleh sebab itu Industri di Indonesia harus bangkit menuju 2035 melalui: Restrukturisasi Birokrasi, Finansial dan New Normal, meningkatkan nilai tambah SDM, yang kompetitif berbasis lingkungan, dan menuju Negara Industri Tangguh,” ujarnya.
Dalam diskusi yang sama, Benny Pasaribu ekonom senior yang juga Ketua Dewan Senat Universitas Trilogi, menambahkan bahwa struktur industri di Indonesia harus menciptakan nilai tambah yang lebih baik dari negara lain,dan harus segera menggunakan bahan substitusi industri dari lokal sehingga ketergantungan dari impor mulai berkurang dan lapangan kerja akan tercipta khususnya di sektor Pertanian, industri olahan.
“Untuk sesi berikutnya bisa bekerjasama dengan KPPU agar kita semakin maju dan mencermati persaingan dan industr agari bisa tumbuh secara berkeadilan,” ungkap Benny.
Sementara dalam diskusi yang sama Francisca Sestri, Sekjen LPER (Lembaga Pemberdayaan Ekonomi Rakyat) sepakat
bahwa konten impor bahan baku yang sudah diatas 70 % harus dicarikan jalan keluar dengan substitusi bahan dari dalam negeri, karena jika terus impor maka industri selamanya akan memakmurkan negara lain.
“Dan daya saing yang kian merosot sulit diatasi akhirnya ekspor kita akan stagnan karena tidak kompetitif,” pungkas Sestri.