Matanurani, Jakarta – Gejolak dunia yang merembet pada perekonomian dipastikan membuatĀ pemerintah mengubah asumsi makro seperti pertumbuhan ekonomi, harga minyak, nilai tukar rupiah dan suku bunga yang menjadi landasan terbentuknya postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Pandemi Covid-19 yang berimplikasi pada ekonomi global dan dalam negeri telah memukul berbagai sektor perekonomian nasional.
Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan stimulus pertama dan kedua untuk menyelamaykan sektor pariwisata dan industri manufaktur. Pun dalam waktu dekat dikeluarkan lagi paket kebijakan stimulus ketiga.
Demikian dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kepada pewarta, Selasa (24/3).
“Dengan perubahan yang begitu banyak, yaitu dari sisi landasan untuk menghitung ABPN dan juga dari sisi alokasi anggaran sesuai dengan inpres 4/2020 yang harus dilakukan refocussing dan relokasi anggaran, maka sudah pasti APBN ini mengalami perubahan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah bersama dengan parlemen telah melakukan pembicaraan mengenai mekanisme pembuatan APBN Perubahan (APBN). Dalam situasi kedaruratan dan mendesak, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dimungkinkan untuk dibuat.
Kementerian keuangan, kata perempuan yang karib disapa Ani itu, telah mengkaji dan mengerucutkan opsi yang dapat diambil untuk menghadapi kegentingan yang diakibatkan pandemi Covid-19.
Bendahara negara terus menginventarisirĀ dan mengidentifikasi segala perubahan yang diperlukan dalam postur APBN-P sebelum disrahkan kepada presiden untuk diputuskan.
“Jadi kita akan melakukan inventarisasi dan merespon sesegera mungkin dan kita menyusun landasan hukumnya agar kita tetap sesuai dengan koridor peraturan perundang-undangan. Mekanismenya, apakah Perppu atau UU biasa, nanti bapak presiden yang akan menetapkan dan tugas kami adalah membuat opsi-opsi itu dan dibawa ke sidang kabinet untuk diputuskan,” jelas Ani.
Lebih jauh, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menuturkan, pemerintah saat ini tidak dalam posisi memaksakan diri menahan pelebaran defisit. Menurutnya, yang paling utama ialah aspek kesehatan masyarakat dan mengurangi risiko kebangkrutan dunia usaha dari Covid-19.
Opsi pelebaran defisit melebih 3% dibuka oleh pemerintah untuk mengatasi pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah tengah mematangkan skema pembiayaan yang tepat terkait pelebaran defisit tersebut.
“Kita akan terus menggunakan seluruh sumber pembiayaan yang konvensional, maupun kemungkinan terjadinya pembiayaan yang sifatnya nonkonvensional yang membutuhkan adanya landasan hukum baru. Ini masuk dalam kajian kita dan akan kita sampaikan ke presiden,” tutur Ani.
Pembicaraan dengan Asian Development Bank (ADB), International Monetary Fund (IMF) dan World Bank, kata Ani, telah dilakukan untuk mendapatkan skema pembiayaan terbaik bagi Indonesia. Melihat dan mempelajari metode negara lain yang dipakai dalam menghadapi pandemi Covid-19.
“Semua opsi akan kita buka. Supaya pemerintah memiki pilihan apabila defisitnya meningkat, kita memiliki sumber pembiayaan yang aman,” pungkas Ani.
Sebagai informasi, pemerintah dalam APBN 2020 memiliki asumsi makro meliputi pertumbuhan ekonomi 5,3%; inflasi 3,1%; nilai tukar rupiah Rp14.400 perdolar Amerika Serikat; suku bunga SPN 5,4%; harga minyak mentah US$63 per barel; lifting minyak 755 ribu barel per hari dan lifting gas 1.191 barel per hari.
Akan tetapi karena terjadi pandemi Covid-19 pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dikisaran 2,5%-3%, defisit diproyeksikan melebar menajdi 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang semula hanya 1,76% terhadap PDB, nilai tukar rupiah telah menembus Rp16.000 per dolar AS dan harga minyak dunia yang saat ini dikisaran US$30 per barel. (Mei).