Matanurani, Jakarta – Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pangan dan Agrobisnis Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Benny Pasaribu menyatakan, produktifitas dan harga masih menjadi bagian dari tantangan sektor pangan dan agrobisnis hingga saat kini.
Langkah dan solusi kebijakan pangan dan agrobisnis diperlukan untuk meningkatkan produksi dan mengoptimalkan pengelolaan pangan dan agrobisnis yang konsisten dan berkelanjutan.
“Produktifitas dan harga masih menjadi bagian dari tantangan sektor pangan dan agrobisnis. Karenanya, langkah dan solusi kebijakan pangan dan agrobisnis diperlukan untuk meningkatkan produksi dan mengoptimalkan pengelolaan pangan dan agrobisnis yang konsisten dan berkelanjutan,” ujar Benny dalam pengantarnya saat diskusi KEIN bertajuk Evaluasi Pencapaian dan Tantangan Sektor Pangan dan Agrobisnis, di Hotel Le Meridien, Jakarta, Rabu (25/4).
Sedangkan Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih menyoroti dari sisi kebijakan pangan. Menurut dia tarik ulur akibat perbedaan tujuan membuat kebijakan mengenai pangan berujung kisruh. Perbedaan tujuan tersebut berada di dua lembaga yang memiliki tujuan swasembada dengan lembaga yang harus menjaga harga.
Ketika tujuan kedua lembaga tersebut tidak sesuai akan membuat tata niaga menjadi kacau. “Pemerintah berusaha mengintervensi harga kemudian bercita-cita swasembada di situlah titik tata niaga jadi kacau,” ujarnya.
Dwi bilang bila itu terjadi akan mempengaruhi sistem yang ada. Kekacauan itu akan membuat proses tata niaga menjadi terlambat.
Sulitnya menyatukan tujuan kedua lembaga itu diungkapkan Dwi perlu diatasi dengan membuat Badan Otoritas Pangan. Badan tersebut akan bertugas khusus mengurusi masalah pangan tanpa terkait kepentingan dalam kementerian.
Selain itu, Dwi juga menyarankan agar pemerintah memperbaiki data. Data tersebut menjadi faktor utama dalam menentukan kebijakan tata niaga pangan.
Sementara Henry Saragih dari Serikat Petani Indonesia menyebutkan tantangan utama yang harus diatasi dalam sektor pangan dan agrobisnis adalah pada aspek peningkatan produksi dan pasokan, khususnya terkait dengan luas lahan, produktivitas, ketersediaan data, insentif bagi petani, dan kebijakan impor.
Kemudian aspek pemenuhan infrastruktur penunjang pertanian serta akses pembiayaan, karena masih lemahnya faktor kelembagaan petani.
“Aspek lainnya distribusi, logistik, dan tata niaga pangan efisiensi struktur pasar karena masih panjangnya rantai perdagangan komoditi pangan,” ujar Henry.
Hadir dalam FGD tersebut, Hendri Saparini, Ketua Pokja Makroekonomi, Perdagangan dan Industri KEIN, Dr Kuntoro Boga, Kabiro Humas dan Informasi Publik Pertanian, dan stakeholder pangan, agribisnis dan kehutanan. (Smn).